Mengungkap Psikologi di Balik Kecemasan: Apa yang Membuat Otak Cenderung Fokus ke Hal Buruk?
Rasa cemas adalah salah satu respons emosional yang paling umum dialami oleh banyak orang. Meskipun sering kali tidak ada ancaman nyata, perasaan ini bisa terasa sangat kuat dan terkadang mengganggu. Salah satu aspek paling menarik dari kecemasan ini adalah kecenderungannya untuk membuat kita fokus pada hal-hal buruk, bahkan ketika situasi tidak begitu mengkhawatirkan.
Mengapa otak kita lebih mudah terjebak dalam pola pikir negatif? Apakah ada penjelasan ilmiah di balik fenomena ini, ataukah hanya merupakan reaksi alami tubuh terhadap stres? Berikut lima alasan psikologis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
1. Bias Negatif
Otak manusia lebih peka terhadap informasi negatif dibandingkan dengan informasi positif. Bias ini merupakan mekanisme bertahan hidup yang memungkinkan kita lebih cepat merespons ancaman yang berpotensi membahayakan.
Sebuah penelitian oleh Rozin dan Royzman (2001) menjelaskan bahwa manusia cenderung memberi bobot lebih besar pada pengalaman negatif karena lebih berdampak pada survival (Rozin, P., & Royzman, E. B. (2001). Negativity bias, negativity dominance, and contagion. Personality and Social Psychology Review, 5(4), 296-320).
2. Evolusi dan Bertahan Hidup
Dari perspektif evolusi, fokus pada ancaman dan potensi bahaya memberikan keuntungan adaptif. Pada masa lalu, memfokuskan perhatian pada resiko tinggi, seperti predator atau bencana alam, meningkatkan peluang bertahan hidup.
Penelitian oleh Öhman (2005) menunjukkan bahwa otak kita diprogram untuk memperhatikan ancaman yang berpotensi merugikan, yang dijelaskan lebih lanjut dalam artikel ”The amygdala and the human fear response” yang membahas peran amigdala dalam merespons ancaman (Öhman, A. (2005). The role of the amygdala in human fear and anxiety. Handbook of Affective Sciences, 497-520).
3. Kecemasan Sebagai Persiapan Menghadapi Resiko
Rasa cemas sering kali berfungsi sebagai mekanisme adaptif yang membantu kita mempersiapkan diri menghadapi ketidakpastian dan resiko. Studi oleh Tolin (2016) menunjukkan bahwa kecemasan sering kali berhubungan dengan kecenderungan untuk mengantisipasi skenario terburuk sebagai bentuk perlindungan diri, meskipun sering kali ketakutan ini tidak realistis (Tolin, D. F. (2016). Is cognitive-behavioral therapy the gold standard treatment for anxiety disorders? The American Journal of Psychiatry, 173(5), 488-490).
4. Ketidakpastian dan Pengendalian
Ketidakpastian memicu kecemasan karena otak manusia merasa tidak memiliki kendali atas situasi yang dihadapi. Hoffman et al. (2014) dalam studi mereka, menunjukkan bahwa kecemasan dapat meningkatkan keinginan untuk mencari kontrol atau kepastian, yang menyebabkan otak kita lebih banyak fokus pada potensi bahaya atau resiko untuk mengurangi perasaan tidak pasti (Hoffman, H. G., et al. (2014). Virtual reality as an adjunctive treatment for anxiety and stress disorders. The American Journal of Psychiatry, 171(5), 501-509).
5. Pengalaman Negatif Lebih Diingat
Penelitian telah menunjukkan bahwa pengalaman negatif cenderung lebih diingat dan lebih mempengaruhi emosi kita dibandingkan pengalaman positif. Baumeister et al. (2001) menyatakan bahwa pengalaman negatif memiliki dampak yang lebih besar pada emosi dan kognisi, yang menjelaskan mengapa otak kita lebih sering fokus pada hal-hal buruk yang telah terjadi (Baumeister, R. F., et al. (2001). Bad is stronger than good. Review of General Psychology, 5(4), 323-370).
Kesimpulannya, kecenderungan otak untuk fokus pada hal buruk adalah hasil dari berbagai faktor psikologis dan evolusioner yang berfungsi untuk melindungi diri dari ancaman dan resiko yang mungkin terjadi.