Art Jakarta 2025: Tiga Hari Penuh Warna, Kolaborasi, dan Kreativitas Tanpa Batas

Nadhifa Arundati 07 Oct 2025

Jakarta mungkin sudah kembali ke ritme biasanya, tapi bagi siapa pun yang sempat melangkah ke JIExpo Kemayoranpada 3–5 Oktober lalu, ingatan tentang Art Jakarta 2025 masih terasa segar—seperti warna cat yang belum benar-benar kering di kanvas.

Selama tiga hari, ruang pameran raksasa itu berubah menjadi playground of imagination. Di setiap sudut, kamu bisa menemukan sesuatu yang memikat: instalasi besar yang memancing selfie, obrolan serius antara kolektor dan seniman muda, hingga deretan karya yang membuatmu berhenti karena merasa takjub.

Dalam edisi keenamnya setelah rebranding pada 2019, Art Jakarta kembali menegaskan dirinya sebagai pekan seni rupa paling bergengsi di Asia Tenggara, menghadirkan 75 galeri dari 16 negara. Tapi yang membuatnya istimewa bukan hanya angka, melainkan semangat kolaborasi yang terasa di setiap program, booth, dan percakapan.


Perayaan yang Dimulai dengan Harmoni

Gelaran ini resmi dibuka lewat seremoni yang hangat dan megah. Paduan Suara Mahasiswa Universitas Padjadjaran membuka acara dengan suara yang menggema di hall utama, disusul kehadiran sejumlah pejabat dan tokoh budaya, termasuk Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon dan Menteri Ekonomi Kreatif RI Teuku Riefky Harsya.

Dalam sambutannya, Fadli Zon menyebut Art Jakarta sebagai ruang untuk merayakan daya cipta manusia Indonesia di tengah arus global.
“Seni rupa menjembatani identitas, membuka dialog lintas bangsa, sekaligus mempertegas posisi Indonesia sebagai pusat kreativitas Asia Tenggara,” ujarnya.

Sementara itu, Teuku Riefky Harsya menyoroti bagaimana seni rupa kini menjadi motor penting bagi ekonomi kreatif nasional—sektor yang tak hanya menyumbang nilai ekonomi, tapi juga memperkuat jejaring dan membuka peluang kolaborasi lintas disiplin.


Kolaborasi Lintas Dunia: Dari Galeri, Bank, hingga Startup Investasi

Yang membuat Art Jakarta 2025 terasa fresh adalah keberanian menggabungkan dunia yang tampaknya berbeda—dan membuktikan bahwa seni memang bisa hidup di mana saja.

Julius Baer, misalnya, menampilkan karya Eddie Hara, seniman Indonesia yang lama berkarya di Swiss. Karyanya yang penuh imajinasi dan humor halus dipamerkan di VIP Lounge, mencerminkan dialog antara dua budaya dengan cara yang cerdas dan menyenangkan.

Dari ranah finansial, Treasury menghadirkan Treasury Art Prize Jakarta 2025 bertema Reserve of Care—kolaborasi unik antara dunia investasi emas digital dan seni rupa. Karya Azizi Al Majid dan Nuri Fatimah di sini mengajak pengunjung merenungkan nilai yang lebih dalam dari sekadar materi.

Sementara Stockbit-Bibit dan BCA membuktikan bahwa seni dan keuangan bisa berjalan beriringan. “Melalui ruang-ruang seni yang inklusif, kami ingin memperluas akses masyarakat untuk menikmati karya seni terbaik,” ujar Direktur BCA Vera Eve Lim, yang juga mempersembahkan beragam penawaran spesial selama pameran berlangsung.

 

Seni, Komunitas, dan Daya Tahan

Fair Director Tom Tandio menggambarkan Art Jakarta 2025 sebagai perayaan daya tahan komunitas seni Indonesia di tengah tantangan global. “Komitmen bersama dari para seniman, galeri, mitra, dan patron adalah alasan mengapa Art Jakarta tetap kokoh sebagai platform seni yang relevan dan dapat diandalkan,” ungkapnya.

Momen pembukaan juga dimeriahkan oleh dua performans yang memukau—luckily there’s no inside (with friendly ghost) oleh Ardi Gunawan dan PLUNGE oleh Victoria Kosasie bersama Marleigh Belsley—dua karya yang mengajak penonton menyelami seni lewat gerak dan emosi.


Program Andalan yang Menyulut Percakapan

Tahun ini, Art Jakarta menghadirkan program-program kuratorial yang semakin beragam dan berani:

 SPOT – menampilkan instalasi besar dari seniman seperti Ardi Gunawan, Ipeh Nur, dan Aditya Novali.
SCENE – platform bagi kolektif seniman dari berbagai kota di Indonesia untuk memamerkan proyek inovatif mereka.
AJX (Art Jakarta Collaborations) – menyoroti kolaborasi besar seperti Korea Focus bersama Korean Ministry of Culture, serta MTN Seni Budaya bertema Arus Baru yang dikurasi oleh Agung Hujatnika.
AJ Talk – ruang diskusi dan peluncuran buku dari berbagai lembaga seni dan penerbit independen.

Tak ketinggalan, Art Jakarta Papers 2026 juga diperkenalkan untuk pertama kalinya, menjanjikan eksplorasi baru terhadap karya seni berbasis kertas yang akan digelar Februari mendatang.

Seni dan Gaya Hidup yang Tak Terpisahkan

Bagi Mita Soedarjo, Direktur MRA Media, Art Jakarta bukan sekadar agenda tahunan, melainkan cermin dari cara masyarakat modern menghidupi seni.

Lifestyle dan seni selalu berjalan beriringan. Tahun ini terasa istimewa dengan hadirnya energi baru lewat kolaborasi lintas disiplin dan presentasi yang segar,” ujarnya.

Dengan dukungan dari mitra seperti SUPERMUSIC, TACO, Artotel Group, % Arabica, dan banyak lainnya, Art Jakarta kembali membuktikan bahwa kreativitas bukan hanya milik galeri—tapi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Tiga hari, ratusan karya, dan ribuan inspirasi. Art Jakarta 2025 mungkin sudah usai, tapi semangatnya masih menggema di benak para pengunjung—dan di hati siapa pun yang percaya bahwa seni adalah cara paling indah untuk memahami dunia.

Untuk rangkuman lengkap dan fair guide, kamu bisa mengunjungi artjakarta.com. Sampai jumpa di edisi berikutnya, dan siapa tahu—tahun depan, kamu akan jadi bagian dari cerita ini!

 

(Nadhifa Arundati / Image: Art Jakarta)