Melihat Aksi 3 Desainer Membawa Aspirasi Sosial dan Perspektif Baru di Runway
Sejatinya mode adalah refleksi dari geliat sosial masyarakat. Insting kreatif seorang desainer dapat terstimulasi oleh situasi ekonomi, dinamika politik, dan isu sosial. Karenanya sebuah koleksi di runway adalah bentuk aspirasi sekaligus kritikan yang dilontarkan desainer. Seperti yang terlihat di peragaan Sejauh Mata Memandang (SMM) di Dewi Fashion Knight yang juga menjadi malam penutupan Jakarta Fashion Week pada 28 Oktober 2024.
Bertajuk Republik Sebelah Mata, Chitra Subyakto selaku pendiri dan direktur kreatif menjelaskan bahwa koleksi ini menjadi ajakan bagi masyarakat untuk lebih peduli akan isu lingkungan dan sosial di Indonesia.
“‘Republik Sebelah Mata’ tidak hanya sekadar koleksi kain dan busana, namun juga sebuah pernyataan dari kami agar kita semakin peduli terhadap isu-isu sosial dan lingkungan, serta harapan agar pelaku politik lebih berempati dan berpihak kepada khalayak luas. Sebuah suara dan pengingat untuk bersama-sama menciptakan bumi Indonesia yang lebih baik,” ujarnya dalam keterangan pers.
SMM tak sendiri, turut tampil dua desainer senior Denny Wirawan dan Adrian Gan. DFK sendiri mengangkat tema Indonesiana. Jika SMM mengurai tema sosial, maka Denny Wirawan dan Adrian Gan menginterpretasikan warisan budaya Indonesia. Masing-masing memiliki narasi tersendiri dan mengajak publik untuk mengapresiasi mode dari perspektif yang berbeda.
Sejauh Mata Memandang
Untuk koleksinya ini, SMM berkolaborasi dengan seniman Eko Nugroho. Pengaruh sang seniman terasa pada nuansa eksperimental lewat headpiece dan cage. Kritikan sosial terlihat dari slogan “Manusia Semakin Berisik dan Bumi Semakin Membisu”. Di balik deretan tampilan eksperimental tersebut terdapat sederet busana wearable. Seperti kebaya, jaket, dan kain dalam motif khas SMM.
Meski showmanship menjadi daya tarik dari peragaan ini, namun kekuatan utama dari SMM adalah dedikasi mereka dalam menerapkan prinsip keberlanjutan. Dalam pengerjaan koleksi ini, SMM dan Studio Sejauh menggandeng sejumlah mitra di berbagai daerah.
Seperti penggunaan material TENCEL yang diproses cetak digital menggunakan pewarna buatan bersertifikat ECO PASSPORT by OEKO-TEX® yang dikerjakan oleh mitra pengusaha printing tekstil di Tangerang, Banten. Selain itu SMM juga memanfaatkan bahan-bahan sisa dari koleksi sebelumnya.
Melihat kreasi eksperimental dari SMM ini kita mungkin akan melihat koleksi ini sebagai bentuk perlawanan. Namun di akhir, SMM memutar lagu Seperti Rahim Ibu dari Efek Rumah Kaca yang menampilkan sisi humanis dari koleksi ini. Koleksi ini tak ubahnya sebuah manifesto sekaligus pengingat bahwa situasi sosial dan kondisi lingkungan kita sedang tidak baik-baik saja dan SMM mengajak kita untuk lebih peduli.
Rancangan yang eksperimental dibungkus aspirasi sosial, sungguh sebuah pengalaman emosional yang tak terlupakan. Bravo!
Denny Wirawan
Dari kreasi eksperimental, berikutnya pencinta mode dimanjakan akan deretan gaun-gaun feminin bersiluet klasik karya Denny Wirawan. Mengangkat tema Kembang Djiwa, Denny menjadikan kain batik Kudus sebagai benang merah dari koleksinya. Ia membuka peragaan dengan opera coat berkerah lebar dengan pinggiran rumbai. Nuansa klasik tersebut ia kemas lebih maskulin dengan mengenakannya bersama kemeja dan dasi.
Selanjutnya Denny Wirawan bereksplorasi dengan potongan lewat kimono jacket, beskap model crop, mantel berdetail feathers, dan deretan gaun malam yang mewah. Corak bunga berskala besar dari setiap kain menjadi nyawa dari koleksi ini. Denny sukses menguraikannya ke dalam deretan busana yang elegan, modern, dan poetic.
Mengamati karyanya, Anda akan melihat dedikasi dan kekaguman Denny Wirawan pada keindahan wastra. Potongan setiap busana mengikuti corak bukan sebaliknya. Sebuah gestur yang menyatakan bahwa mode kontemporer bisa bersinergi dengan kain tradisional.
Adrian Gan
Romansa yang kompleks tampak menjadi tema dari koleksi Adrian Gan yang bertajuk Kalajenggama. Sebagai latar visual, ia menampilkan foto-foto dari era kolonial yang juga menjadi inspirasi dari koleksi ini.
Adrian menghadirkan deretan busana eklektik dalam rona cokelat. Seperti beskap dan kebaya tampil lebih opulent dan effortless. Jaket dikemas dalam potongan dekonstruktif yang edgy. Di balik layering dan statement pieces terdapat sejumlah pilihan busana kasual seperti kemeja dan vest. Tambahan topeng memberikan kesan misterius sekaligus festive.
Sebagai penutup, Adrian Gan menghadirkan busana pengantin yang dramatis. Pada tampilan gaun terdapat detail ruched dan bunga yang berkesan feminin dan romantis. Meski mengangkat tema bernuansa retrospektif, Adrian berhasil menampilkannya lebih kontemporer. Sekaligus sukses memberi perspektif baru bahwa gaya busana yang romantis juga memiliki kompleksitasnya sendiri.