Musem MACAN dan Natasha Tontey Gali Hubungan Budaya Minahasa dan Monyet Jambul di Pameran Terbaru
Alam dan budaya memiliki keterkaitan yang kompleks. Hal tersebut diuraikan Natasha Tontey dalam pameran karya terbarunya yang bertajuk Primate Visions: Macaque Macabre di Museum MACAN. Secara spesifik Natasha Tontey mengulik hubungan antara monyet makaka jambul hitam asal Minahasa yang juga disebut sebagai yaki dengan masyarakat setempat.
Natasha menginterpretasikan tema tersebut ke dalam bentuk instalasi dan video. Natasha mengungkapkan ada hubungan yang kontradiktif antara yaki dengan manusia. Di satu sisi yaki punya peran dalam struktur sosial namun disisi lain yaki juga dianggap sebagai hama yang membuatnya juga diburu dan kini menjadi salah satu spesies yang terancam punah.
Grotesques But Gorgeous
Tema yang kritis tersebut berhasil dikemas Natasha dalam instalasi yang bernuansa dark humour. Pada salah satu instalasi, sebuah sosok digambarkan memakai blus, korset, sepatu boots, dan topi koboi.
“I like the idea of grotesque but it has to be gorgeous,” ujarnya dalam konferensi pers.
Ada unsur personal di balik kehadiran topi koboi tersebut. Natasha menceritakan bahwa ia terinspirasi dari sang kakek dan juga sebagian besar masyarakat Minahasa yang gemar memakai topi tersebut. Selain instalasi, Natasha menampilkan yaki dalam bentuk kursi.
Nyawa utama dari pameran ini sebenarnya adalah film pendek yang diputar di area tengah. Film ini bercerita tentang mengikuti sekelompok ahli primata yang membebaskan kawanan yaki yang dikurung di sebuah hutan. Dalam film ini, Natasha tak hanya menyoroti isu lingkungan.
“Melalui fiksi spekulatif, saya berupaya menjelajahi dinamika yang saling terkait antara primatologi, ekofeminisme, dan teknologi.” terang Natasha. “Primate Visions: Macaque Macabre adalah dunia yang seru sekaligus mengerikan, penuh dengan keganjilan radikal!” tambahnya.
Banyaknya isu yang diangkat berhasil disajikan secara ringan namun dialog-dialognya tetap memiliki substansi. “Fiksi membantu saya dalam membangun narasi. Saya terinspirasi sinetron dari era 90an seperti Jin dan Jun, Jinny Oh Jinny, dan juga film-film Suzanna serta Unyil,” jelas Natasha.
Pameran ini sendiri merupakan hasil merupakan karya komisi untuk Audemars Piguet Contemporary, yang direalisasikan melalui kerja sama antara tim kuratorial internal dengan Natasha dan Museum MACAN.
“Pameran ini menyingkap kemiripan yang tak terduga antara manusia dan spesies lain, serta membayangkan sebuah masa depan yang lebih kolaboratif, mencerminkan keyakinan Audemars Piguet bahwa kekuatan kreativitas dapat menghubungkan manusia satu sama lain. Kami merasa bangga telah mendukung sang perupa dalam proses komisi karya ini, karyanya yang berukuran paling besar dan rumit, dengan bekerja erat bersama tim di Museum MACAN untuk mewujudkan proyek ini di Jakarta.” ujar Denis Pernet, selaku Kurator, Audemars Piguet Contemporary.
Pameran Primate Visions: Macaque Macabre akan berlangsung mulai 16 November 2024 hingga 6 April 2025.