Menurut Para Ahli, Ini Beberapa Tanda Pasanganmu Melakukan Gaslighting
Istilah “gaslighting” telah mengalami lonjakan popularitas di media sosial dan pop culture dalam beberapa tahun terakhir. Saking populernya, Merriam-Webster bahkan memilihnya sebagai "word of the year" pada tahun 2022, mencatat bahwa pencarian kata ini meningkat hingga 1.740% sepanjang tahun. Mengejutkan? Memang! Namun, tidak mengherankan. Jika kamu pernah menonton reality show seperti The Bachelor atau program serupa, kamu mungkin pernah melihat contoh gaslighting, yang seringkali diikuti dengan diskusi hangat dari penggemar di Twitter dan Instagram. Bahkan, band The Chicks menamai album mereka pada 2020 dengan judul Gaslighter, dan pada 2018, Oxford Dictionaries menyebut istilah ini sebagai salah satu kata terpopuler di tahun tersebut.
Meskipun “gaslighting” menjadi istilah yang trendi, perilaku yang dimaksud sebenarnya sangat beracun. Gaslighting membuat korban meragukan perasaan, insting, dan persepsi mereka terhadap kenyataan yang terjadi. Meskipun banyak bentuk pelecehan emosional memiliki karakteristik serupa, penggunaan istilah ini untuk menggambarkan situasi emosional yang kurang menyenangkan justru dapat mengaburkan maknanya. Akibatnya, hal ini menciptakan kebingungan dan kesalahpahaman tentang apa itu gaslighting sebenarnya. Jadi, bagaimana cara mengetahui apakah pasanganmu melakukan gaslighting atau sesuatu yang berbeda? Mari kita bahas.
Apa Itu Gaslighting?
Jika kamu pernah berkata kepada seseorang, “Aku merasa sangat sedih hari ini,” dan mereka merespons, “Tidak, kamu baik-baik saja. Kamu hanya lelah. Jangan dramatis,” itu adalah contoh gaslighting. Mereka menyiratkan bahwa realitas yang terjadi padamu tidak akurat— apa yang kamu rasakan bukan kesedihan, melainkan sekadar kelelahan. Gaslighting adalah konsep seperti itu, tetapi dengan tingkat yang jauh lebih intens.
Menurut terapis berlisensi Brooke Schwartz, “Gaslighting mirip dengan konsep invalidasi, yaitu meremehkan realitas seseorang dan menyangkal fakta serta perasaannya untuk menciptakan narasi yang sepenuhnya salah. Hal ini membuat seseorang meragukan penilaian mereka, persepsi mereka terhadap kenyataan, pengalaman mereka, dan bahkan kewarasan mereka.”
Istilah ini dipopulerkan oleh film Gaslight (1944), di mana seorang suami berusaha membuat istrinya percaya bahwa dia tidak dapat mempercayai persepsinya sendiri terhadap realita. Dia sengaja meredupkan lampu berbahan gas di rumah mereka sehingga lampu-lampu tersebut tampak berkedip. Ketika istrinya bertanya mengapa lampu berkedip, dia menyangkalnya dan mengatakan itu hanya ada di kepala istrinya.
Apa yang Bukan Termasuk Gaslighting?
Schwartz menjelaskan bahwa perbedaan pendapat atau perbedaan persepsi tentang suatu kejadian bukanlah gaslighting. Gaslighting juga bukan insiden yang terjadi satu kali. Yang membedakan gaslighting dengan manipulasi emosional biasa adalah adanya niat tertentu, di mana pelaku gaslighting mendapatkan keuntungan dari manipulasi tersebut.
Schwartz juga menekankan bahwa gaslighting adalah bentuk pelecehan emosional yang serius. Karena istilah ini sering digunakan secara berlebihan, ada risiko untuk menganggapnya sebagai sesuatu yang sepele, padahal gaslighting sebenarnya adalah perilaku yang sangat merusak pada hubungan apa pun.
Teknik Gaslighting
Menurut National Domestic Violence Hotline, gaslighting dalam hubungan biasanya terjadi secara bertahap. Pada awalnya, tindakan pelaku mungkin terlihat tidak berbahaya, tetapi seiring waktu, pola pelecehan ini meningkat, meninggalkan korban dalam keadaan bingung, cemas, dan terisolasi. Korban mulai sepenuhnya bergantung pada pelaku untuk mendefinisikan realitas, yang membuat mereka sulit keluar dari situasi tersebut.
Pelaku gaslighting sering menggunakan frasa seperti:
- "Ini bukan masalah besar; kamu terlalu sensitif."
- "Kamu tidak tahu apa yang terbaik untukmu."
- "Tidak ada orang lain yang akan mempercayaimu."
Cara Menghadapi Pasangan yang Melakukan Gaslighting
Langkah pertama adalah mencari orang yang mendukungmu di luar pasanganmu, seperti keluarga, teman, atau terapis. Dukungan eksternal membantu korban kembali terhubung dengan pikiran mereka sendiri. Selain itu, simpan bukti seperti pesan teks, foto, atau catatan untuk menguatkan persepsimu.
Jika konfrontasi tidak menghentikan gaslighting, membawa pihak ketiga seperti terapis bisa menjadi solusi. Yang terpenting, setelah meninggalkan situasi gaslighting, korban harus memulihkan kepercayaan pada diri mereka sendiri melalui terapi, yang dapat membantu memisahkan pikiran dan keyakinan mereka dari pengaruh pelaku.
Gaslighting mungkin sulit diidentifikasi dan dihadapi, tetapi dengan dukungan profesional, sistem pendukung yang kuat, dan belas kasih terhadap diri sendiri, kamu bisa kembali mempercayai perasaan dan persepsimu.
(Artikel ini disadur dari Cosmopolitan UK / Perubahan bahasa telah dilakukan oleh penulis/Salsa Meilivia/ Image: Doc. Photo by Boy Anupong/Lara Callahan / Refinery29 for Getty Images//Getty Images on Cosmopolitan UK).