Cosmopolitan Exclusive Interview: LAZE (Havie Parkasya)

Alvin Yoga 20 Dec 2018

Lima bulan setelah merilis album pertamanya, Laze (dibaca leɪz) langsung mendapatkan nominasi Anugerah Musik Indonesia – salah satu acara penghargaan tertinggi di dunia musik tanah air. Baca wawancara pertamanya – yang honest dan down to earth – setelah tampil dalam acara penghargaan tersebut.


Cosmopolitan (C): Hai Laze, apa kabar? Betulkah cara kami memanggilnya? Leɪz?

Laze (L): Hai juga Cosmo, kabar baik. Ya betul, bukan La-ze, tapi Leɪz. Banyak yang keliru memanggil nama saya. Anda salah satu yang tepat menyebutnya.


(C): Hanya ingin memastikan, nama itu bukan nama asli Anda, kan?

(L): Bukan, nama asli saya Havie Parkasya. Laze hanyalah nama panggung.


(C): Boleh tahu asal usul nama itu?

(L): Sebetulnya nama itu diambil dari kata lazy, nama panggilan saya ketika masih sekolah dulu. Waktu itu saya dikenal sebagai murid yang pemalas, hehe. Nah, ketika mencari nama panggung, sepertinya nama Laze cocok menggambarkan diri saya sejatinya.


'..'


(C): Sebagai penyanyi rapper, bagaimana pandangan Anda soal perkembangan musik rap di indonesia?

(L): Saya selalu membayangkan musik rap seperti sebuah setrika – bagi beberapa orang musik ini hanya asal lewat, namun jika didekati, “panas”nya terasa kuat. Nah, belakangan ini “panas”nya semakin terasa, terutama setelah adanya Rich Brian yang go international, dan orang-orang mulai pay attention ke musisi rap lokal. Saya merasa tahun ini rap jauh lebih diapresiasi dibanding tahun-tahun sebelumnya, dan penyanyi rap pun lebih banyak muncul di festival musik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Semoga ini bukan tren semata, dan kalaupun ini cuma tren, saya harap para musisinya tetap berkarya. Because trend comes and go, but music lasts forever.


(C): Kalau Anda bisa berkolaborasi dengan musisi dari genre lain, ingin membuat musik dengan siapa?

(L): Tulus. Karena di samping musiknya, lirik-lirik lagunya juga sangat kuat. Terlihat simpel, namun metaforanya sangat dalam. Untuk genre, musisi jazz atau soul selalu menarik untuk diajak kerja sama. Saya ingin sekali bisa kolaborasi dengan Aretha Franklin atau Frank Sinatra.


(C): Salah satu rahasia Tulus dalam menulis lirik yang catchy adalah karena ia selalu membawa kamus ke manapun, termasuk mengunduhnya dalam smartphone-nya. Bagaimana tips Anda dalam menulis lirik yang catchy?

(L): Saya membiasakan diri untuk menulis lirik sesering mungkin. Saya juga sering membuat daftar kata yang berima. Saya sangat menghindari penggunaan rhyme dictionary atau mencari rhyme di internet agar tidak terbiasa. Hal ini sangat berguna, terutama ketika saya diminta untuk rap secara spontan.


(C): Sulitkah menulis lirik berima?

(L): Sejujurnya tidak. Kesulitannya justru terletak di penyampaian pesan yang bagus DAN berima.




(C): Apakah Anda sudah menyiapkan album kedua?

(L): Sejujurnya ini pertanyaan yang saya tunggu-tunggu. Hahaha. Ya, saya sedang menyiapkan album baru, dan rencananya akan dirilis semester kedua tahun depan.


(C): Adakah yang berbeda di album ini nanti?

(L): Justru akan terasa betul-betul berbeda. Kalau album Waktu Bicara kemarin lebih banyak menggunakan bantuan musik digital, kini lebih banyak memakai musik aransemen asli. Pastinya akan ada kolaborasi dengan artis-artis lain, namun bukan dengan musisi hip hop. Saya belum bisa membocorkannya. Ditunggu saja, ya.


(C): Mari bicara soal nominasi AMI Anda kemarin. Bagaimana rasanya masuk ke dalam nominasi AMI hanya setelah lima bulan merilis album?

(L): Saya memang sempat bertanya-tanya, “Bagaimana ya rasanya datang ke acara award di mana Anda dihargai atas karya yang dibuat? Apakah hip hop bisa sampai ke acara itu?” Pertanyaan saya terjawab semua. Nah, satu lagi hal yang saya pelajari lewat acara tersebut adalah musik Indonesia masih harus didukung oleh masyarakatnya. AMI adalah suatu penghargaan yang besar, dan musik sebagai seni bukanlah sesuatu yang simpel. Semoga animo masyarakat bisa lebih besar lagi ke depannya.


(C): Apakah AMI adalah acara penghargaan pertama yang Anda datangi?

(L): Betul, acara pertama di mana saya datang sekaligus dinominasikan. Saya tak pernah membayangkan bahwa rap saya di trotoar dan penampilan saya di panggung kecil kemarin bisa membawa saya ke AMI. Dulu saya berpikir akan memakan waktu lama untuk bisa sampai ke sana. Ternyata takdir membuktikan sebaliknya.


(C): Memasuki akhir tahun, adakah bucket list yang belum sempat dilakukan?

(L): Sejujurnya saya cukup senang karena apa yang ada di bucket list saya tahun ini hampir semuanya tercapai, beberapa hal yang luar biasa bahkan terjadi di luar bucket list saya. Photoshoot dengan majalah misalnya. Saya menginginkan hal tersebut, namun belum berani memasukkannya dalam bucket list. Terima kasih Cosmopolitan sudah mewujudkannya. Yang belum mungkin hanya tinggal liburan saja. I need vacation!


(C): Apa rencana besar Anda di 2019?

(L): Tur dengan teman-teman Onar (band) – mengeluarkan album di semester kedua, serta rilis video klip. Doakan!


Fotografer: Insan Obi

Lokasi: Hotel Raffles, Jakarta

Makeup Artist: Budi Valentino (Instagram @budivalentino)

Wardrobe: Diesel, ZARA, Jan Sober

Stylist: Hendry Leo Liany / Nina Natasya

(Alvin Yoga / FT)