Perbedaan Cara Berkomunikasi Pria dan Wanita Menurut Psikolog
Di era kencan modern di mana mengobrol di media sosial dan aplikasi kencan adalah hal yang biasa, sungguh ironis bagaimana menavigasi komunikasi dalam suatu hubungan adalah tantangan terbesarnya. Di tengah tren teman kencan dan situasi yang mendominasi budaya berkencan saat ini, Cosmo merasa beruntung telah menjalin hubungan yang stabil selama lima tahun hingga saat ini. Namun, meski sudah bersama selama bertahun-tahun, Cosmo masih mengalami kesulitan menemukan titik temu saat berkomunikasi dengan pasangan.
Setelah setiap pertengkaran, Cosmo bersiap untuk analisis pasca-argumen, berbekal diagram alur dan daftar solusi potensial sementara pasangan tertidur dengan tenang setelah menyembunyikan semuanya. Melepaskan segalanya tidak selalu buruk, tapi perilakunya yang acuh tak acuhlah yang membuatku terus memikirkan masalahku yang belum terselesaikan. Dan setelah beberapa kali berbincang dari hati ke hati dengan teman-teman perempuan, sepertinya bukan hanya Cosmo saja yang berlayar dengan perahu ini. Cosmo sering mendengar komentar seperti, “Mengapa dia begitu sulit memahami saya?” atau “Saya merasa dia tidak mendengarkan saya.”
Maka pencarian Cosmo untuk menemukan jawaban (atau solusi) membawa ke Sophia Peermohideen, seorang psikolog dan psikoterapis, yang mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan kesenjangan komunikasi.
Brain wiring
Menurut Dr Peermohideen, gulungan stereotip kuno mungkin mengandung lebih banyak kebenaran daripada yang kita duga. “Temuan neurologis menunjukkan bahwa otak perempuan dan laki-laki memiliki susunan yang berbeda,” ungkapnya. “Pria sering kali memprioritaskan tugas sedangkan wanita mengutamakan hubungan. Gaya percakapan pria? Kemerdekaan. Wanita? Keterhubungan.” Misalnya, pria mungkin menyukai komunikasi yang berorientasi pada tugas sementara wanita lebih menyukai hubungan. Selama konflik dalam suatu hubungan, perbedaan-perbedaan ini dapat menyebabkan kesalahpahaman dimana laki-laki fokus pada solusi dan perempuan mencari hubungan emosional.
Cultural influence
Ternyata ini bukan hanya tentang jaringan otak; faktor budaya juga berperan dalam kesenjangan komunikasi. “Keluarga adalah agen sosialisasi yang pertama. Ada banyak bukti bahwa orang tua mensosialisasikan putra dan putrinya secara berbeda,” kata Dr Peermohideen. “Anak laki-laki tetaplah anak laki-laki” mungkin bisa membenarkan tindakan tersebut, namun ini lebih tentang bagaimana anak laki-laki diajarkan untuk tidak terlalu emosional dan ekspresif sejak usia dini.
Communication preferences
Meskipun banyak pria yang tidak ekspresif, wanita cenderung memiliki gaya komunikasi berlapis. Misalnya saja, saat Cosmo berkata pada pasangan, “Saya sedang tidak mau bicara saat ini”, saya pasti ingin dia mencoba bicara dan memberikan perhatian. Namun, yang lebih sering terjadi, dia memahami hal tersebut secara harfiah dan benar-benar memberi saya ruang dan membuat saya semakin tertekan. Seperti yang dikatakan dengan tepat oleh Dr Peermohideen, “Pria mengeluh tentang masalah karena mereka meminta solusi, sementara wanita mengeluh tentang masalah karena mereka ingin masalah mereka diakui.” Relatable? Terkadang, perasaan didengarkan dan dicintai memberikan sebagian besar penyembuhan dan kita merasa yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Non-verbal expressions
Pria, yang tidak terlalu ekspresif secara verbal juga cenderung menunjukkan lebih sedikit ekspresi wajah dibandingkan wanita sehingga menimbulkan perbedaan dalam cara penyampaian emosi. Mungkinkah karena hal ini, mereka juga terkadang gagal memahami ekspresi kita? Mungkin. Hal ini terkadang dapat menyebabkan kesalahan isyarat dan kesalahpahaman, namun memahami perbedaan gaya komunikasi akan membantu menjaga ekspektasi.
Physical touch
Laki-laki sering kali menggunakan tepukan punggung dan gerakan dominan sementara perempuan cenderung melakukan pelukan dan sentuhan suportif untuk menjalin hubungan. Bayangkan ini: setelah sukses, pria mungkin merayakannya dengan tepukan hangat di punggung sementara wanita mungkin berbagi kegembiraan dengan pelukan.
Problem-solving vs. empathy
Pria sering kali menangani keluhan dengan pola pikir pemecahan masalah untuk mencari solusi. Sebaliknya, perempuan mengungkapkan kekhawatiran mereka untuk membangkitkan empati dan dukungan emosional. Bayangkan suatu hari yang berat di tempat kerja—pria mungkin berbagi ide untuk mencari solusi sementara wanita mungkin hanya ingin seseorang mendengarkannya dengan tenang dan memahami perasaannya.
Meskipun memahami pola komunikasi yang berbeda tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah, namun hal ini memberi Cosmo kejelasan. Paling tidak, ini membantu memahami bahwa bukan karena pasangan “tidak peduli”, tapi mungkin dia diatur (atau dikondisikan) dengan cara yang berbeda. Cara terbaik untuk menjembatani kesenjangan komunikasi ini adalah dengan membuang stereotip dan mendengarkan satu sama lain dengan hati terbuka, menerima perbedaan dalam gaya komunikasi, dan menghargai kenyataan bahwa tidak ada pendekatan yang bisa diterapkan untuk semua orang—yang penting adalah memahami satu sama lain dan bekerja sama. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kedua pasangan harus berusaha menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi dan bahasa cinta masing-masing, alih-alih menggunakan pendekatan 'inilah saya'. Jangan kehilangan individualitas kamu tetapi bertemu satu sama lain di tengah jalan!
Baca artikel selengkapnya di sini: Cosmopolitan.in