7 Rekomendasi Buku yang Harus Dibaca oleh Para Feminis
Buku selalu menjadi sumber kekuatan bagi perempuan. Dari kisah cinta, perjalanan menemukan diri, hingga kritik sosial tajam tentang pengalaman perempuan—literatur punya cara unik untuk menangkap kompleksitas hidup. Lewat halaman-halamannya, kita bisa menemukan inspirasi, membongkar stereotip, dan memahami berbagai sisi dari menjadi seorang wanita di dunia yang penuh tantangan ini.
Dalam rangka merayakan Women’s History Month di bulan Maret ini, berikut tujuh buku yang mengingatkan kita bahwa cerita kita penting. Ditulis oleh perempuan dan untuk perempuan, buku-buku ini wajib masuk ke dalam daftar bacaan kamu!
Everything I Know About Love – Dolly Alderton
Kalau kamu belum baca buku ini, apa yang kamu tunggu? Dengan gaya yang jenaka dan jujur, Dolly Alderton menangkap kekacauan hidup di usia 20-an—mulai dari cinta, pekerjaan, seks, persahabatan, hingga patah hati. Cara bercerita Alderton terasa seperti curhat bareng sahabat, mengingatkan kita bahwa kita tidak sendirian dalam perjalanan hidup yang penuh liku ini.
The Bell Jar – Sylvia Plath
Setelah membaca analogi pohon ara dalam buku ini, kamu akan terus dihantui oleh perasaan bimbang dalam mengambil keputusan. Lewat karakter Esther Greenwood yang berusia 19 tahun, buku ini mengeksplorasi isu kesehatan mental, tekanan sosial, dan pencarian jati diri. Apa yang awalnya terasa seperti awal dari kehidupan impiannya, justru berubah menjadi sesuatu yang menyesakkan. Kisahnya begitu menarik hingga kamu tak akan bisa berhenti membacanya sampai halaman terakhir.
The Handmaid’s Tale – Margaret Atwood
Buku ini adalah klasik modern yang menggambarkan dunia dystopian di mana pemerintah otoriter berkuasa. Dalam Republik Gilead, perempuan seperti Offred dipaksa menjadi "handmaid" yang bertugas melahirkan anak bagi para elite. Margaret Atwood dengan cerdas menggambarkan dunia di mana hak perempuan dihapuskan, menjadi pengingat mengapa kita tidak boleh apatis terhadap isu-isu sosial. Bacaan yang menegangkan sekaligus membuka mata!
Little Women – Louisa May Alcott
Buku klasik ini sudah diadaptasi menjadi film berkali-kali, tapi versi bukunya tetap menjadi favorit. Mengisahkan kehidupan empat saudara perempuan—Meg, Jo, Beth, dan Amy—yang tumbuh di Amerika abad ke-19, buku ini menangkap esensi dari persaudaraan, ketahanan, dan perjalanan menuju kedewasaan. Dengan momen-momen penuh kebahagiaan hingga air mata, *Little Women* adalah pengingat tentang kekuatan cinta, keluarga, dan persahabatan dalam menghadapi tantangan hidup.
Bad Feminist – Roxane Gay
Feminisme tidak sempurna, dan Roxane Gay membahasnya dengan jujur dan humor dalam kumpulan esainya ini. Ia menyoroti standar tak realistis yang sering dibebankan pada ikon feminis dan membahas isu ras, kelas, serta budaya pop dalam perbincangan seputar feminisme. Dengan gaya yang tajam dan penuh empati, Gay mengajak kita untuk berpikir ulang tentang makna feminisme dan bagaimana kita bisa menciptakan dunia yang lebih adil. Ini bukan kritik terhadap feminisme, melainkan panduan untuk memahami celah yang masih ada dalam gerakan ini.
The Vegetarian – Han Kang
Buku ini ditulis dengan nuansa Kafkaesque yang kuat, mengeksplorasi ekspektasi budaya, citra tubuh, konformitas, dinamika keluarga, hingga isu kesehatan mental. Kisahnya mengikuti Yeong-hye, yang keputusannya untuk menjadi vegetarian mengubah hubungannya dengan keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Alih-alih membahas manfaat menjadi vegetarian, buku ini lebih dalam membedah penindasan patriarki dan perlawanan perempuan dalam masyarakat Korea—sebuah tema yang relevan dengan pergerakan feminis seperti gerakan 4B.
I Who Have Never Known Men – Jacqueline Harpman
Kalau ada satu hal yang bisa kita apresiasi dari TikTok, tentu tren BookTok menjadi salah satu informasi literasi yang berguna bagi para bookworm, yang sukses menghidupkan kembali permata sastra yang terlupakan seperti buku ini. Novel sci-fi ini mengisahkan seorang gadis yang menghabiskan hidupnya di dalam bunker bersama 39 perempuan lain, dijaga oleh para pria yang dilarang berinteraksi dengan mereka. Tanpa penjelasan tentang mengapa mereka dikurung, karakter utama—yang diculik sejak kecil—tak memiliki ingatan tentang dunia luar. Suatu hari, mereka berhasil melarikan diri—tapi ke mana? Buku ini menggali tema-tema tentang perempuan, penemuan diri, kematian, dan absurdisme dalam sebuah cerita yang ’menghantui’ dan penuh refleksi.
(Artikel ini disadur dari cosmopolitan.in / Perubahan bahasa telah dilakukan oleh penulis, Nadhifa Arundati / Image: Dok. George Milton on Pexels)