Lelah Tapi Bukan Fisik? Mungkin Kamu Butuh ‘Emotional Rest’

Redaksi 2 03 May 2025

Kamu mungkin pernah merasa tubuhmu baik-baik saja, tidur cukup, makan teratur, bahkan tidak banyak beraktivitas berat. Tapi tetap saja, ada rasa lelah yang mengendap di dalam diri. Seolah ada yang berat, padahal kamu sendiri tak bisa menjelaskan apa. Ini bukan soal fisik. Bisa jadi, kamu sedang kehabisan tenaga secara emosional.

Lelah emosional bukan hanya terjadi pada mereka yang mengalami trauma atau masalah besar. Kamu yang terlihat baik-baik saja pun bisa mengalaminya karena terlalu sering menahan emosi, mendengarkan curhat orang lain, atau merasa harus selalu tampil kuat.

Rasa jenuh yang sulit dijelaskan, keinginan untuk menghilang sejenak, atau kebutuhan untuk ‘tidak dimintai apa-apa’ bisa jadi sinyal bahwa kamu butuh emotional rest.

Mengenali Tanda-Tanda Lelah Emosional

Terkadang, kamu mungkin merasa mudah marah, sensitif, atau ingin menghindar dari percakapan biasa. Ini bisa jadi bukan karena kamu sedang tidak sopan, tapi karena kamu sudah terlalu penuh secara emosional.

Sebuah studi dari Frontiers in Psychology (2018) menyebutkan bahwa kelelahan emosional muncul saat individu tak lagi mampu mengatur emosi negatif yang terus-menerus, terutama dalam lingkungan kerja atau sosial yang menuntut. Maka wajar jika kamu tiba-tiba merasa kosong, bahkan di tengah keramaian.

Perbedaan Antara Istirahat Fisik dan Istirahat Emosional

Tidur 8 jam semalam tidak selalu menyembuhkan rasa lelah yang kamu rasakan. Istirahat fisik memperbaiki tubuh, tetapi emotional rest adalah tentang memberi ruang bagi hatimu untuk bernapas.

Saat kamu berhenti menjadi ‘penampung emosi’ orang lain, tidak memaksakan diri terlihat kuat, dan mengizinkan dirimu jujur terhadap perasaan sendiri, itulah istirahat emosional yang sesungguhnya.

Dr. Saundra Dalton-Smith, dalam bukunya Sacred Rest, menyebut emotional rest sebagai kemampuan untuk menjadi autentik dan tidak harus ‘berperan’ sepanjang waktu.

Mengapa Kita Sulit Mendapatkan Emotional Rest?

Kamu mungkin merasa bersalah saat mencoba mengambil jarak atau mengatakan “tidak” pada orang lain. Padahal, kebutuhan untuk istirahat secara emosional adalah hal yang manusiawi. Budaya produktivitas sering kali membuat kita merasa harus selalu siap sedia, bahkan untuk urusan emosional.

Sebuah studi dari Journal of Occupational Health (2023) menunjukkan bahwa individu dengan tingkat self-compassion tinggi lebih mampu menetapkan batasan emosional tanpa rasa bersalah dan mengalami burnout lebih rendah.

Cara Praktis Memenuhi Emotional Rest

Kamu bisa mulai dengan hal-hal kecil seperti journaling, membatasi interaksi yang menyerap energi, atau memberi ruang untuk menangis tanpa merasa lemah. Beri dirimu waktu untuk tidak menjadi solusi bagi siapa pun. Luangkan waktu untuk mendengarkan perasaan sendiri dan validasi emosimu.

Dalam jurnal Psychology of Well-Being (2022), peneliti menegaskan bahwa praktik self-reflection secara rutin membantu individu mengidentifikasi dan memproses kelelahan emosional lebih cepat.

Saatnya Kamu Memilih Dirimu Sendiri

Meminta waktu untuk istirahat emosional bukan tanda kelemahan. Justru itu adalah bentuk keberanian dan kepedulian terhadap diri sendiri. Kamu tidak harus terus-menerus kuat atau selalu tersedia bagi orang lain.

Ketika kamu memberi ruang bagi emosimu untuk beristirahat, kamu sedang membangun versi dirimu yang lebih utuh. Karena sesungguhnya, kamu juga layak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari dirimu sendiri.