Perbedaan Body Positivity dan Body Neutrality yang Wajib Kamu Ketahui!

Rachel Angella 21 Jun 2023

Istilah body positivity pastinya sudah sering kamu dengar baik di media sosial maupun tercetus di obrolanmu sehari-hari (at least if you’re a woke Gen Z). Istilah tersebut merujuk pada sebuah gerakan penerimaan diri– yang menyangkut penerimaan bentuk tubuh, ukuran, dan bagaimana cara kamu melihat citra dirimu sebagai manusia diluar dari standar-standar kecantikan yang ada. 

Berbicara mengenai citra tubuh dan standar kecantikan, kini internet kembali memberikan istilah-istilah baru untuk dipelajari setiap harinya, seperti body neutrality. Well, they sound the same, right? Percaya atau tidak, meski terdengar seakan dua hal ini sama-sama merupakan ajakan untuk mencintai seluruh bentuk tubuh, ternyata terdapat beberapa perbedaan antara body positivity dan body neutrality, loh! Apakah kamu tertarik untuk mengetahui lebih dalam? *smirk*

Secara pengertian..

Body positivity merupakan gerakan sosial yang mendukung penerimaan segala jenis dan ukuran tubuh dengan mengesampingkan standar-standar kecantikan yang ditentukan oleh masyarakat. Di sisi lain, body neutrality mendukung untuk sepenuhnya mengeliminasi penilaian penampilan fisik sebagai taraf ukur self-worth seseorang dan lebih fokus kepada apa yang dapat kamu lakukan dengan tubuhmu dibanding bagaimana bentuk tubuhmu. 

Bagaimana gerakan ini terbentuk?

Seperti yang sudah Cosmo Babes ketahui, stigma buruk mengenai tubuh yang gemuk telah terbentuk sejak.. well, long time ago. Namun, pemahaman mengenai body positivity telah mengakar pada awal tahun 1960, di mana terbentuknya gerakan Fat Acceptance Movement yang mengakhiri tindakan fat-shaming dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi seluruh ukuran dan bentuk tubuh, serta seluruh warna kulit.

Meski konsep body positivity telah lama dikenal oleh masyarakat, banyak juga kritik yang muncul akan pemikiran ini. Interpretasi mengenai body positivity terus berganti seiring berjalannya waktu, hingga kini dianggap tidak lagi se-inklusif seperti pada masa awal gerakan ini berlangsung. Banyaknya komunitas yang mendukung gerakan ini di media sosial– seperti yang dapat kamu lihat dari hashtag #BodyPositivity– tidak menggambarkan keberagaman yang dimaksud, hingga membuat orang-orang dengan bentuk tubuh tertentu merasa diasingkan dari gerakan yang semestinya mendukung mereka.

Selain itu, ada beberapa komunitas yang merasa gerakan ini justru dimanfaatkan oleh beberapa brand untuk mempromosikan produk mereka. Beberapa orang juga merasa bahwa body positivity kerap kali membuat orang menahan perasaan mereka dengan cara yang ‘tidak sehat’ akan ketidaksukaannya terhadap tubuh mereka dan berakhir menerapkan toxic positivity. 

Lain halnya dengan body positivity, istilah body neutrality sebenarnya baru-baru ini muncul ke permukaan, terlebih jika dibandingkan dengan sejarah body positivity yang telah mengakar di masyarakat seluruh dunia. Sejak dipopulerkan oleh Anne Poirier, seorang body image coach yang mengadakan Body Neutrality Workshop pada tahun 2015, konsep body neutrality telah menjadi bagian besar dari evolusi dari gerakan mengenai body image. 

Melihat tubuhmu dari sudut pandang body neutrality memang dapat mengurangi tekanan yang banyak dirasakan orang mengenai tubuh mereka. Namun, mengabaikan bagaimana bentuk dan ukuran tubuhmu secara keseluruhan dapat memengaruhi beberapa aspek kesehatan, seperti underweight atau obesitas.

Body positivity atau body neutrality?

Jika kamu mulai bertanya-tanya; Mana yang harus diterapkan, body positivity atau body neutrality? Singkatnya, tidak ada salah satu yang lebih baik dari yang lainnya– yang berarti kedua gerakan ini memiliki keunggulannya masing-masing, terlebih karena keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni melawan standar kecantikan yang terkadang tidak realistis. Jadi kamu dapat memilih mana gerakan yang paling baik untuk tubuhmu dan gambaran body image yang ada dalam benakmu. After all, we’re fighting for the same thing, right?