Chameleon Mentality: Tampak Fleksibel, Tapi Sebenarnya Berbahaya
Pernah nggak kamu punya teman, pasangan atau orang yang kamu kenal yang sikapnya bisa “berubah-ubah”? Di depanmu dia bilang setuju, tapi di depan orang lain, dia bisa membantahmu. Saat sendiri dia mengeluh tentang lingkungan, tapi saat ramai dia justru ikut tertawa dan pura-pura nyaman. Awalnya kamu mungkin memaklumi: “Oh, dia cuma berusaha menyesuaikan diri.” Tapi lama-lama, perilaku ini bikin kamu capek, bingung, bahkan merasa dimanipulasi.
Itulah yang disebut chameleon mentality. Sekilas, mereka tampak menyenangkan dan mudah bergaul. Tapi jika berlebihan, perilaku ini bisa melukai dan membingungkan orang-orang di sekitarnya. Tanpa kamu sadari, kamu bisa terjebak dalam hubungan yang penuh kepalsuan, dan rawan konflik karena seseorang terlalu sering berubah demi kenyamanan semu.
Yuk, kenali 5 hal yang biasanya muncul dari orang dengan chameleon mentality, biar kamu nggak mudah terkecoh.
1. Mereka Sulit Dipercaya
Orang dengan chameleon mentality sering tampil berbeda di setiap lingkaran. Hal ini bisa membuatmu bingung dan mempertanyakan kejujurannya. Mungkin dia bilang kamu satu-satunya yang dia percaya, tapi besok kamu tahu dia cerita hal serupa ke orang lain. Akhirnya, kamu jadi waspada dan kehilangan rasa percaya. Penelitian oleh Snyder (1974) menunjukkan bahwa orang dengan kecenderungan menyesuaikan diri secara ekstrem (self-monitoring tinggi) sering dianggap tidak tulus dan sulit dipercaya, karena perilakunya berubah tergantung situasi sosial.
2. Mereka Cenderung Bermuka Dua
Karena terlalu ingin diterima oleh semua pihak, orang dengan chameleon mentality bisa menunjukkan wajah yang berbeda pada orang yang berbeda. Ini bukan lagi adaptasi sehat, tapi sudah masuk ranah manipulasi. Mereka bisa memuji di depan, lalu mencela di belakang. Akhirnya, kamu dan orang lain merasa seperti sedang “dipermainkan” atau dijadikan alat agar mereka tetap aman di semua sisi.
3. Mereka Tidak Bertanggung Jawab secara Emosional
Saat ada konflik atau masalah, mereka cenderung menghindar dari posisi sulit dengan “berpindah warna”. Alih-alih mengakui kesalahan atau berdiri pada prinsip, mereka akan berubah sikap sesuai siapa yang lebih dominan. Ini membuatmu merasa kamu harus menanggung beban hubungan sendirian. Dalam jangka panjang, ini sangat melelahkan secara emosional.
4. Mereka Memanipulasi dengan Kepalsuan
Chameleon mentality bisa berkembang menjadi bentuk emotional masking, yaitu memalsukan perasaan dan ekspresi untuk menciptakan citra tertentu. Kamu merasa dekat, tapi sebenarnya kamu hanya mengenal versi “dibuat-buat” dari dirinya. Studi dalam Personality and Social Psychology Review (2016) menunjukkan bahwa hubungan yang dibangun atas dasar ekspresi emosional palsu cenderung rapuh dan penuh ketegangan.
5. Mereka Membuatmu Meragukan Dirimu Sendiri
Yang paling berbahaya, mereka bisa membuatmu mempertanyakan realita. Karena mereka sering mengubah cerita, sikap, dan nilai, kamu jadi bingung, apakah kamu yang salah paham, atau mereka yang berubah? Dalam hubungan jangka panjang, ini bisa membuatmu kehilangan kepercayaan diri, bahkan mengalami gaslighting ringan, meskipun mereka sendiri mungkin tak sadar sedang melakukannya.
Chameleon mentality memang tampak menyenangkan di awal, mereka fleksibel, mudah nyambung, dan jarang ribut. Tapi kalau kamu merasa hubungan jadi nggak jujur, membingungkan, dan membuatmu kelelahan emosional, bisa jadi kamu sedang berinteraksi dengan seseorang yang terlalu lama “berubah warna”.
Menjadi adaptif itu baik, tapi jika semua hal bisa dinegosiasikan hanya demi diterima, kamu perlu waspada. Baik pertemanan ataupun percintaan, hubungan yang sehat, harus dibangun atas kejujuran, bukan penyesuaian berlebihan.