Alasan Seseorang Tetap Memilih Hubungan Situationship
Gen Z menjadi generasi yang penuh kreativitas (dan juga spontanitas), dampaknya telah meluas ke dalam masalah hubungan mereka. Ada banyak ungkapan atau ‘label’ yang dicipkatan oleh gen Z – sepert 'situationships', hingga 'communicationships'. Hasil survei terbaru dari Tinder mengungkapkan bahwa perempuan Gen Z cenderung tertarik pada situationships ketimbang generasi lainnya.
Meskipun kita semua menyadari bahwa hubungan semacam ini...well, toksik, entah mengapa, banyak orang masih saja terjerumus di dalamnya. Then why we still want to be treated that way? OK, kamu perlu simak artikel ini.
Ada area abu-abu di antara komitmen dan casual dating yang sepertinya memiliki daya tarik tak tertahankan pada kita. Di mana hubungannya terasa nyaman, tidak pasti, tidak tegas, dan mungkin tidak monogami. Biarkan Cosmo menjelaskan... Situationship adalah hubungan romantis yang membingungkan, lebih dari sekadar kencan santai atau panggilan untuk kepentingan seksual, tetapi kurang dari hubungan yang komitmen.
Penulis dan psikolog, Jonathan Alpert, mendefinisikan situationship sebagai "ruang di antara hubungan dengan sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan". Terdengar cukup sederhana, tetapi jauh lebih kompleks dalam kenyataannya.
Jelas sekali, situationship mengurangi beban tanggung jawab dan, sejauh ini, komitmen. Bagi beberapa orang, ini adalah situasi ideal. Kebahagiaan memiliki seseorang untuk dihabiskan waktu bersama, tetapi juga tahu bahwa tidak ada banyak kewajiban, dapat memberikan perasaan kebebasan. Saya bertanya kepada beberapa teman mengapa mereka memilih berada dalam situationship, dan mendapatkan beberapa jawaban menarik:
"Hal ini terjadi ketika saya belum siap untuk hubungan yang serius, tetapi menikmati kehadiran seseorang."
"Haha, situationship itu sangat buruk bagi kesehatan mental saya!"
"Keuntungan adalah, saya dapat berada di dalam hubungan tanpa stres atau komitmen dari hubungan itu sendiri."
"Untuk pertumbuhan karakter."
"Dengan menjalani hubungan semacam ini, kita mampu menjelajahi pilihan lain."
"Mungkin saja kamu tidak yakin apakah orang tersebut cocok untukmu, dan hal ini dapat menjadi ajang untuk persiapan sebelum nantinya berkomitmen dalam hubungan."
Banyak dari jawaban-jawaban ini dengan jelas menjelaskan bahwa daya tarik dari situationship adalah sedikit atau bahkan tidak ada ikatan. Di masa remaja dan awal 20-an, tak semua orang menginginkan hubungan komitmen. Bahkan, bagi kebanyakan orang, hubungan tersebut terasa menakutkan.
Selain itu, kebutuhan manusia akan validasi dan harga diri terus-menerus menjadi alasan untuk ingin berada dalam situationship. Kita semua ingin merasa dicintai, unik, dan pantas mendapatkan pengagungan.
Situationship toksik dapat mengaburkan penilaian dan membuat kita beranggapan bahwa jika kita berusaha lebih keras atau membuktikan nilai kita, segala sesuatunya akan membaik dengan sendirinya. Kita bertahan karena kita adalah makhluk yang keras kepala dan tidak dapat menyerah. Penjelasan lain yang umum mengapa orang memilih situationship adalah beban emosional.
Jika pernah berada dalam hubungan yang toksik, seseorang dapat tanpa disengaja tertarik pada hubungan lain yang serupa, seolah-olah perasaan yang terdistorsi itu menjadi hal yang umum.
Terakhir, harapan membuat kita terikat pada situasi kehidupan seperti ini. Bahkan dalam situationship yang toksik, kita meyakinkan diri kita bahwa segalanya akan berubah menjadi romansa dongeng secara ajaib. Terkadang hal itu terjadi, tetapi dalam kasus saya, tidak. Namun, kilauan harapan yang kecil membuat kita tetap terjebak dalam siklus, meyakini bahwa perubahan tinggal di tikungan berikutnya. Harapan bisa menjadi sesuatu yang indah, tetapi juga bisa membutakan kita terhadap kenyataan.
Kenyataannya, situasi seperti ini membuat kita kehilangan rasionalitas pada beberapa waktu dan seringkali membawa keluar sisi terburuk dari diri kita, tetapi kita tetap terlibat di dalamnya. Kesadaran adalah kunci untuk melepaskan diri dari kekacauan ini. Saatnya untuk menikmati secangkir realita yang sehat!
(Artikel ini disadur dari cosmopolitan.in / Perubahan telah dilakukan oleh Penulis / Alih Bahasa: Nadhifa Arundati / Image: Dok. Unsplash by Leeloo Thefirst)