Kenapa Waktu Terasa Lebih Cepat Saat Kita Dewasa? Ini Penjelasan dari Ilmu Kognitif

Redaksi 2 05 Aug 2025

Saat masih kecil, satu hari bisa terasa sangat panjang. Liburan dua minggu seolah tak habis-habis, dan ulang tahun berikutnya terasa begitu lama datangnya. Tapi kini, di usia dewasa, kamu sering heran, “lho, kok sudah Agustus lagi?” Hari-hari terasa berlalu tanpa terasa. Semakin kamu bertambah usia, waktu seolah berjalan makin cepat, padahal jam di dinding berdetak tetap sama.

Fenomena ini bukan ilusi belaka. Ilmu kognitif menyebutnya sebagai time perception distortion, persepsi waktu yang berubah seiring pertambahan usia. Dalam studi oleh Marc Wittmann (2016), peneliti bidang persepsi waktu di Institute for Frontier Areas of Psychology, ditemukan bahwa otak dewasa memproses pengalaman dengan cara berbeda dibanding saat masih anak-anak. Semakin sedikit pengalaman baru yang kamu alami, semakin cepat waktu terasa berlalu.

Lalu, apa lagi yang memengaruhi rasa “cepatnya” waktu di masa dewasa?

1. Otak Merekam Waktu Berdasarkan Keberagaman Pengalaman

Saat kecil, kamu mengalami banyak hal untuk pertama kalinya, dan setiap pengalaman baru itu meninggalkan jejak memori yang kuat. Dalam ilmu kognitif, otak mengukur waktu berdasarkan seberapa “padat” pengalaman yang kamu simpan. Ketika hidup terasa rutin dan repetitif, otak merekam lebih sedikit momen, sehingga waktu terasa singkat dalam ingatanmu.

2. Semakin Dewasa, Semakin Sibuk dan Kurang “Hadir Penuh”

Kamu mungkin melewati hari-hari dengan agenda yang padat seperti pekerjaan, keluarga, tugas-tugas rumah. Tapi karena perhatianmu terbagi dan kamu jarang benar-benar hadir penuh (mindful), otak tidak sepenuhnya menyimpan pengalaman tersebut secara utuh. Itulah mengapa satu minggu bisa terasa seperti hanya satu kedipan mata.

3. Proporsi Waktu Terhadap Usia Berubah

Secara matematis, satu tahun saat kamu berusia 10 tahun adalah 10% dari hidupmu, sangat besar dan terasa penting. Tapi saat kamu berusia 30 atau 40 tahun, satu tahun hanya sekitar 2–3% dari seluruh hidupmu. Otakmu secara tidak sadar merespons ini dengan menganggap waktu lebih “ringan” dan cepat berlalu.

4. Kurangnya Kejutan dan Aktivitas Spontan Mengurangi Ketajaman Waktu

Dalam jurnal Consciousness and Cognition (2013), disebutkan bahwa kejutan, spontanitas, dan pengalaman baru membuat waktu terasa lebih lambat karena otak bekerja ekstra untuk memahami dan menyimpannya. Tapi saat semua berjalan rutin, otak tidak terlalu “sibuk”, sehingga waktu berlalu begitu saja tanpa jejak.

5. Perasaan Nostalgia Juga Memengaruhi Persepsi Waktu

Ketika kamu bernostalgia, kamu sering membandingkan “masa lalu yang penuh warna” dengan “hari ini yang biasa saja.” Ini menciptakan ilusi bahwa dulu waktu berjalan lambat dan kaya makna, sementara sekarang serba cepat dan hambar. Padahal bisa jadi, kamu hanya sedang butuh sesuatu yang membuat hari ini terasa hidup kembali.

Jadi, bukan waktunya yang berubah, tapi bagaimana otakmu memprosesnya. Supaya waktu terasa lebih lambat dan bermakna, isi harimu dengan pengalaman baru, hadir penuh dalam momen kecil, dan beri ruang untuk kejutan-kejutan sederhana. Karena meskipun waktu tak bisa kamu hentikan, kamu bisa belajar untuk benar-benar merasakannya.