Cerita Di Balik Istilah 'Polusi Visual' yang Sedang Dibahas
Another day, another drama on the internet. Mungkin selama dua hari terakhir ini kamu sering melihat nama ‘Revina VT’ dan istilah ‘polusi visual’ di media sosial. Percakapan ini dimulai pada 2 September kemarin, ketika seorang perempuan bernama Revina (yang ternyata memiliki lebih dari 600 ribu followers di Instagram, BTW) mengunggah serangkaian tweet tentang penampilan seorang perempuan yang mengenakan sports bra dan celana pendek di gym. Kedengarannya biasa saja, kan? I mean, sports bra dan celana pendek adalah pakaian olahraga. Well, yang membuat tweet tersebut menarik perhatian banyak orang adalah: Revina menganggap penampilan perempuan tersebut adalah “polusi visual” yang membuat matanya perih.
Meskipun begitu, cukup banyak orang tidak setuju dengan pendapat Revina, termasuk YouTuber Titan Tyra dan Ludovica Jessica. Jessica merasa Revina kurang mengenal konsep body positivity dan self-love, sedangkan Titan merasa pemikiran Revina toxic dan bisa menjatuhkan rasa percaya diri seseorang.
Menanggapi kritik orang-orang, Revina membuat sebuah penjelasan dan mengunggahnya di Instagram Story. Ia mengatakan, “Iya betul sekali, gue jahat mulutnya. Gue toxic, karena tidak keep it to myself. Di awal gue berpikir ya bebas kalau gue keganggu, asal gue tidak melarang lo. Tapi ternyata, secara moralitas, gue salah karena gue tidak berempati."
"Gue tetap [yakin] sama pendirian gue bahwa gue tidak akan bisa bikin semua orang menyukai badan gue, dan begitu pula lo. Jangan biarkan gue menghentikan lo untuk cinta sama diri sendiri. Karena sesuai kata gue, lo punya pilihan untuk mendengarkan atau tidak. Terima kasih ya, udah mau mengajarkan gue. Insecurity is your problem. Orang gak akan tahu, jadi lo yang harus defeat it. Terima kasih ya.”
Kalau membahas soal perilaku toxic, menurutmu mana yang lebih toxic: menahan komentar negatif dan tidak dibutuhkan tentang tubuh seseorang, atau mengkritik penampilan seseorang yang tidak sesuai dengan “standar” yang tertanam di kepalamu, sehingga orang tersebut bisa semakin merasa insecure dan tidak percaya diri? What do you think, Cosmo Babes?
It’s 2020. Let’s start normalizing normal bodies—every shape, colour, and size.
(Shamira Natanagara / Ed. / Opening image: Emma Matthews Digital Content Production on Unsplash)