Mengenal Istilah Kencan “Shrekking”
Setiap hari ada saja istilah tren kencan baru. Sekarang giliran “Shrekking.” Ya, seperti “Shrek,” ogre terkenal itu. Dan meskipun kita semua—atau setidaknya aku—menyukai Shrek 2, sayangnya tren ini tidak memperlakukan nama “Shrek” dengan hormat.…
Shrekking adalah saat kamu sengaja berkencan dengan seseorang yang berada di bawah standar kamu, dengan asumsi bahwa karena kamu berada di “league” yang lebih tinggi, kamu akan memiliki kendali dan tidak akan terluka. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: kamu bisa saja “di-Shrekked”, yaitu tetap ditolak, patah hati, atau disakiti oleh orang yang kamu anggap lebih rendah.
Seorang pengguna TikTok menyebutnya dengan jujur, "Kita semua pernah mengalaminya: kita memberi kesempatan kepada pria yang kita tidak tertarik, berpikir bahwa dia pasti tahu apa yang dia miliki dan akan memperlakukan kita dengan baik. Tapi justru kita trauma oleh… troll."
Meskipun label "toxic" sering dipakai terlalu mudah, trik ini memang terdengar cukup negatif. Tapi, pada sisi lain, kenyataan ini mencerminkan frustasi nyata terhadap kencan masa kini. Mari kita bahas lebih lanjut.
Mengapa “Shrekking” Bisa Toksik?
Konsep ini mirip dengan "hypergamy" (alias “dating up”) yang sempat viral di TikTok beberapa tahun lalu—keduanya mencerminkan sistem kasta dalam dunia kencan, di mana seseorang punya nilai berdasarkan penampilan, usia, penghasilan, dan faktor superfisial lainnya. Mengatakan kamu di-Shrekked berarti kamu menilai pasanganmu lebih rendah darimu dalam hierarki kencan—dan itu, sejujurnya, cukup tidak manusiawi.
Masyarakat memang diatur oleh sistem kelas dan struktur kekuasaan—dan faktor seperti tampilan fisik, uang, dan status memang memengaruhi siapa yang menarik bagi kita. Namun tidak berarti itu benar, apalagi universal. Membiarkan sistem penilaian seperti itu mendikte siapa yang pantas jadi pasangan adalah bentuk reduksi atas kompleksitas hubungan antar manusia.
Orang yang membangun koneksi mendalam tidak memakai semacam “desirability calculation”—mereka terbuka terhadap kedalaman nyata, bukan hanya statistik permukaan.
Kenapa Seseorang Melakukan “Shrekking”?
Dengan lebih jujur, banyak dari kita pernah mencoba keluar dari zona nyaman, berpikir sudah melakukan sesuatu yang keren, tapi ujung-ujungnya kecewa—apalagi setelah sadar bahwa kita bahkan tidak tertarik sama dia.
Terutama untuk perempuan—yang sering dikenai standar kecantikan lebih tinggi, dikritik jika tidak memenuhi standar itu, dan didikte untuk “menurunkan ekspektasi” di berbagai aspek—coba memberi kesempatan kepada seseorang di luar tipe kita bisa terasa seperti ujian terakhir. Dan ketika orang itu tetap mengecewakan… itu bisa jadi titik puncak frustasi.
Tetapi, inilah hal menyebalkan: jika kamu “di-Shrekked”, sebenarnya kamu tidak pernah punya peluang pasti untuk menemukan hubungan yang sejati. Jika kamu berkencan dengan seseorang yang kamu tidak tertarik, dengan tujuan utama untuk menjaga kendali dan menghindari luka—itu artinya kamu berkencan dari posisi menghindar. Itu adalah mekanisme pertahanan. Dan meski sah-sah saja merasa perlu memproteksi diri, strategi defensif semacam ini terbukti tidak efektif dalam jangka panjang.
Dalam skenario terbaik, kamu mungkin berakhir dalam hubungan yang tidak memuaskan—dengan pasangan yang sebenarnya tidak kamu sukai dan kamu anggap lebih rendah—dan itu akan memicu perasaan resentimen di kedua pihak. Dalam skenario terburuk? Kamu benar-benar di-Shrekked.
Apa yang Bisa Dilakukan Jika Kamu Mengalami Situasi Ini?
Sadari bahwa ini bukan tentang “loser” yang kamu kencani, tapi lebih tentang kamu (dan mungkin hal-hal dari masa lalu yang belum selesai).
Situasi ini terjadi karena kamu membiarkan hal itu terjadi—ironis, ya, tapi begitulah cara kerja mekanisme pertahanan.
Mungkin ini saatnya untuk istirahat dari dunia kencan, refleksi apa yang benar-benar kamu cari dalam kehidupan cinta, dan mungkin berbicara dengan terapis untuk menyelesaikan luka dari hubungan sebelumnya.
Percayalah, frustasi itu valid. Tapi jika itu memicu tindakan yang justru balik menyakiti diri sendiri dan orang lain, mungkin saatnya mundur sejenak sebelum kamu berubah jadi ogre—dalam arti pola pikir.
(Artikel ini disadur dari cosmopolitan.com / Perubahan bahasa telah dilakukan oleh penulis, Nadhifa Arundati / Image: Outnow.ch)