Rekomendasi Novel Karya Para Pemenang Nobel Sastra ! Dari Genre Drama hingga Thriller

Rayoga Akbar 15 Nov 2024

Sebuah penghargaan adalah bentuk apresiasi sekaligus validasi akan kualitas dan dampak positif dari sebuah karya. Hal tersebut cukup mewakili akan sematan ‘Nobel Prize Winner in Literature’ atau Nobel Sastra pada sebuah buku. Para pemenang dipilih bukan hanya karena kualitas dari satu karya saja tapi juga bagaimana karya mereka dapat memberikan perspektif baru yang bisa membawa dampak positif bagi masyarakat. 

Meski esensinya adalah mengenai kemanusian, seringkali karya dari pemenang mengulik tentang tragedi dalam alur yang kontroversial. Singkatnya tak selalu happy ending. Namun jangan khawatir, karya mereka tetaplah menghibur. Tetap cocok dijadikan bacaan di akhir pekan maupun saat berlibur. 

Berikut sederet buku karya para pemenang Nobel Sastra pilihan Cosmo


The Vegetarian - Han Kang

The Vegetarian - Han Kang

Han Kang adalah pemenang Nobel Sastra tahun 2024. Komite Nobel memilih penulis asal Korea Selatan atas “Prosa puitisnya yang intens yang menghadapi trauma sejarah dan memperlihatkan kerapuhan kehidupan manusia”. The Vegetarian menjadi salah satu karyanya yang paling mencuri perhatian. 

Novel ini menceritakan Yeong Hye seorang ibu rumah tangga yang mendadak memutuskan untuk menjadi vegetarian. Keputusannya tersebut memantik konflik dengan suami serta keluarganya. Cerita terbagi menjadi tiga bagian dari tiga sudut pandang yang berbeda. 

Cosmo sendiri mengkategorikan novel ini sebagai drama thriller. Setiap membuka halaman, Han Kang menyodorkan konflik baru dengan alur dan narasi yang memacu adrenalin. 


Never Let Me Go - Kazuo Ishiguro

Never Let Me Go - Kazuo Ishiguro

Komite Nobel menyebut karya Kazuo Ishiguro sebagai “Novel yang memiliki kekuatan emosional yang besar akan hubungan antar manusia”. Kazuo selalu bisa menguraikan aspek humanis yang kompleks menjadi cerita yang puitis dan romantis seperti pada karyanya Never Let Me Go.

Novel bergenre science fiction ini menceritakan tiga sahabat Kathy H, Ruth C dan Tommy D yang menuntut ilmu di sebuah sekolah asrama misterius bernama Hailsham. Mereka kemudian terlibat cinta segitiga yang merusak persahabatan.

Seiring mereka beranjak dewasa, satu persatu rahasia gelap Hailsham terungkap dan -spoiler alert- mereka bertiga hanya bisa pasrah menjalani takdir menyedihkan namun membawa pembelajaran yang mendewasakan. 

Never Let Me Go pernah diangkat ke layar lebar pada tahun 2010 lalu. Dan dibintangi oleh Andrew Garfield, Carey Mulligan, dan Keira Knightley. 


Toni Morrison - Beloved

Toni Morrison - Beloved

Toni Morrison menjadi perempuan kulit hitam pertama yang memenangkan Nobel Sastra pada tahun 1993. Komite Nobel mendaulatnya atas kepiawaian Morrison dalam mengemas latar kehidupan masyarakat Amerika secara puitis dan humanis. Hal tersebut terlihat pada novel Beloved

Berlatar tahun 1873, novel ini mengisahkan kehidupan Sethe yang merupakan mantan budak dan putrinya Denver yang terguncang ketika muncul sosok perempuan bernama Beloved di rumah mereka. Beloved kemudian mengungkap rahasia masa lalu Sethe.

Novel ini sendiri berhasil memenangkan sejumlah penghargaan. Seperti diantaranya Pulitzer Prize for Fiction pada tahun 1998 dan Robert F. Kennedy Memorial Book Award. 


Orhan Pamuk - Snow

Orhan Pamuk - Snow

Membaca karya Orhan Pamuk sama seperti mengikuti pencarian identitas sang tokoh utama yang melankolis dan “simbol-simbol baru untuk benturan dan jalinan budaya” terang Komite Nobel mengenai terpilihnya penulis asal Turki tersebut.

Snow menceritakan kembalinya karakter bernama Ka ke Turki, setelah sebelumnya mengasingkan diri ke Jerman karena masalah politik. Semula Ka hanya berniat untuk menemui mantan kekasihnya yakni Ipek. Namun kembali ke negara asal juga membuat Ka untuk mengenang sekaligus mengenal Turki yang telah lama ia tinggalkan. 


Ernest Hemingway - The Old Man and the Sea

Ernest Hemingway - The Old Man and the Sea

Writing, at its best, is a lonely life.” tulis Ernest Hemingway dalam pidatonya saat penerimaan Nobel Sastra pada tahun 1954. Ernest sendiri kala itu berhalangan hadir dan pidatonya dibacakan oleh perwakilan dari Komite Nobel. Pernyataan tersebut tak hanya menggambarkan dinamika kehidupan para sastrawan, secara tidak langsung juga mewakili dari novel ini.

Ernest mengulik tema tentang kesendirian, persahabatan, dan juga kegigihan dalam menjalani hidup. Komite Nobel bahkan menjadikan novel ini sebagai contoh terbaik akan kepiawaian Ernest dalam membangun narasi sekaligus gaya penulisan yang kontemporer. 

P.S: mungkin akan jadi pengalaman tersendiri jika Anda membaca ini saat memandangi pantai baik saat berlayar di atas kapal maupun dari jendela hotel Anda.