Friendship Burnout: Kenapa Berteman Bisa Jadi Melelahkan?
Berteman sering dianggap sebagai bagian penting dari kehidupan sosial yang membawa kebahagiaan dan dukungan emosional. Tapi tahukah kamu, tak sedikit orang yang mengalami friendship burnout, yaitu perasaan lelah, jenuh, atau bahkan stres karena hubungan pertemanan yang terasa lebih seperti beban daripada sumber kebahagiaan.
Friendship burnout adalah hal yang nyata dan bisa dialami siapa saja. Meskipun memiliki teman itu penting, hubungan pertemanan seharusnya tidak menjadi sesuatu yang membuat seseorang merasa tertekan atau kelelahan.
Jika sebuah persahabatan lebih banyak menguras energi daripada memberikan kebahagiaan, mungkin sudah saatnya untuk mengevaluasi kembali hubungan tersebut dan menentukan apakah masih layak untuk dipertahankan.
Berikut beberapa faktor yang bisa membuat hubungan pertemanan malah menghasilkan friendship burnout.
1. Ketimpangan dalam Hubungan
Persahabatan yang sehat idealnya bersifat timbal balik, di mana kedua pihak sama-sama berkontribusi dan saling mendukung. Namun, ada kalanya satu pihak merasa lebih banyak berusaha dibandingkan yang lain, seperti selalu menjadi pendengar, selalu hadir saat dibutuhkan, dan selalu memahami tanpa mendapatkan hal yang sama.
Ketimpangan ini bisa terasa melelahkan, terutama jika tidak disadari sejak awal. Jika terus-menerus terjadi, seseorang bisa merasa dimanfaatkan atau kurang dihargai dalam hubungan tersebut. Pada akhirnya, persahabatan yang awalnya memberi rasa nyaman justru menjadi beban yang melelahkan secara emosional.
2. Perbedaan Ekspektasi
Salah satu penyebab utama friendship burnout adalah perbedaan ekspektasi dalam hubungan pertemanan. Ada orang yang menginginkan persahabatan yang dekat dan intens, dengan komunikasi rutin dan pertemuan yang sering. Sebaliknya, ada juga yang lebih nyaman dengan hubungan yang lebih longgar dan fleksibel.
Ketika kedua pihak memiliki harapan yang berbeda, salah satu bisa merasa diabaikan atau terlalu dikekang. Ini bisa menimbulkan frustrasi, rasa bersalah, atau bahkan konflik. Dalam jangka panjang, hubungan yang tidak seimbang ini dapat membuat seseorang merasa lelah secara emosional karena harus terus menyesuaikan diri dengan ekspektasi yang tidak sejalan.
3. Drama dan Konflik yang Berulang
Tak semua pertemanan berjalan mulus. Ada hubungan yang dipenuhi dengan drama, konflik yang tak terselesaikan, atau kebiasaan saling menyalahkan. Tipe pertemanan seperti ini bisa terasa sangat melelahkan, terutama jika konflik terjadi secara berulang tanpa solusi yang jelas.
Terkadang, beberapa orang membawa toxic traits dalam persahabatan, seperti suka mengontrol, memanipulasi, atau terus-menerus mengeluh tanpa berusaha memperbaiki situasi. Berada dalam hubungan yang penuh drama seperti ini, tidak hanya menguras energi tapi juga bisa berdampak buruk pada kesehatan mental.
4. Kurangnya Batasan yang Jelas
Batasan dalam persahabatan sering kali diabaikan, padahal ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan sosial. Jika seseorang selalu merasa harus tersedia kapan pun, tanpa ruang untuk dirinya sendiri, hubungan tersebut bisa berubah menjadi beban.
Misalnya, ada teman yang selalu ingin diajak bicara setiap saat, meminta pendapat dalam setiap keputusan kecil, atau bahkan mengandalkanmu sebagai satu-satunya sumber dukungan emosional. Tanpa batasan yang sehat, kamu bisa merasa kehilangan ruang pribadi dan kelelahan akibat tuntutan yang terlalu besar dalam hubungan pertemanan.
5. Ketika Hidup Membawa Kita ke Arah Berbeda
Seiring waktu, kehidupan seseorang pasti berubah. Pekerjaan baru, pernikahan, anak, atau bahkan perubahan dalam cara pandang dan nilai hidup menjadikan pertemanan terasa asing, karena tak semua persahabatan mampu bertahan menghadapi perubahan ini.
Ada saatnya seseorang merasa tak lagi terhubung dengan teman-teman lamanya karena memiliki prioritas yang berbeda. Ketika satu pihak terus berusaha mempertahankan hubungan yang sudah tidak relevan atau tidak lagi terasa nyaman, hal ini bisa menyebabkan perasaan terpaksa dan kelelahan.
Memaksakan diri untuk tetap berteman dengan seseorang yang sudah tidak sejalan bisa lebih melelahkan daripada sekadar menerima bahwa hubungan tersebut sudah berubah.
6. Tekanan untuk Selalu Ada
Dalam hubungan pertemanan yang erat, sering kali ada ekspektasi tidak tertulis untuk selalu hadir kapan pun dibutuhkan. Pertemanan pun seolah menjadi kewajiban. Meskipun niatnya baik, tekanan ini bisa menjadi beban jika seseorang merasa tidak punya pilihan selain terus memberikan perhatian dan dukungan, bahkan ketika mereka sendiri sedang membutuhkan ruang untuk bernapas.
Kadang-kadang, seseorang juga merasa bersalah jika tidak bisa selalu ada untuk teman-temannya, padahal setiap orang memiliki keterbatasan emosional dan fisik. Jika persahabatan berubah menjadi kewajiban yang harus dipenuhi daripada sesuatu yang dinikmati, maka hal ini bisa menjadi sumber burnout yang serius.