Apakah Chat GPT Bisa Memberikan Solusi Terhadap Masalah Hubungan?

Nadhifa Arundati 26 Mar 2024

Kisah cinta ini berawal ketika seorang perempuan cantik dan cerdas pindah ke suatu kota untuk memulai masa kuliah. Penampilannya membuat banyak orang terkesima. Usianya masih 21 tahun, maka tak heran kalau masih ada banyak yang ingin ia cari, salah satunya pasangan. Perempuan ini nyatanya menyukai teman kuliah yang juga aktif bermain sepak bola. Mereka duduk bersampingan saat berada di satu kelas, just like a classic rom-com movie. Dalam beberapa minggu berikutnya, mereka berbicara, pergi ke pesta bersama, membantu satu sama lain dengan tugas, dan berbagi rahasia intim.

Semuanya berjalan dengan baik sampai pada akhirnya hari yang meresahkan pun hadir...pria yang sudah menjadi pasangannya itu mulai menghindar, memberitahunya bahwa dia sibuk dan sulit untuk saling bertemu. Dalam kepanikan dan kebingungannya, saya bertemu dengan sosok perempuan ini untuk makan siang bersama, sembari mendengarkan keluhannya tentang hubungan. Menceritakan tentang bagaimana dia di-"ghosting" oleh seorang pria yang dia kira mencintainya. Saya pun ingin membantunya untuk menemukan solusi terbaik (andai saja jawaban ini bisa dicari dengan mudah di kolom Google).

Kala itu saya kembali ke rumah, dan berpikir di dalam hati: Bisakah Chat GPT membantu menyelamatkan hubungannya? Bisakah kita mulai mengandalkan Kecerdasan Buatan (AI) lebih dari nurani dan kuantitas emosional kita?

Sebelum saya menyelami lebih dalam eksperimen ini, saya menghubungi Myra* dan Kabir* yang sedang mengalami masalah dalam hubungan masing-masing; dan untuk menyelesaikannya, saya meminta mereka mencari solusi dari ChatGPT. Masalah yang dihadapi Myra adalah seberapa dekatnya teman wanita pacarnya dengan dia. "Saya merasa tidak aman karena dia suka padanya beberapa tahun yang lalu, dan dari penampilannya, sepertinya dia masih suka. Kedekatannya dengannya selalu membuat saya merasa tidak nyaman," tambahnya. Saat dia menuliskan masalah ini, ChatGPT dengan cepat memberinya tujuh solusi untuk diikuti selama seminggu.

Hari 1: Refleksi Diri—Merenungkan perasaanmu dan memahami mengapa kedekatannya membuatmu merasa terganggu dan mengidentifikasi alasan yang menyebabkan ketidaknyamanan.

Hari 2: Percakapan Terbuka—Memulai percakapan jujur dan tenang dengan pacarmu, ungkapkan perasaanmu tentang persahabatannya tanpa menyalahkan.

Hari 3: Kenali Dia—Menghabiskan waktu bersamanya (teman wanita itu) dan mengenalnya lebih baik, untuk memahami niatnya.

Hari 4: Tentukan Batasan—Setujui batasan tertentu yang membuatmu merasa nyaman dalam konteks persahabatannya dengan dia.

Hari 5: Fokus pada Kepercayaan—Merefleksikan kepercayaan pada pacarmu dan mengingatkan dirimu sendiri alasan mengapa kamu percaya padanya dan menguatkan keyakinanmu pada ikatan kalian.

Hari 6: Memperkuat Koneksi Kalian—Menghabiskan waktu berkualitas bersama, fokus pada kegiatan yang memperkuat ikatan kalian.

Hari 7: Mengevaluasi dan Berkomunikasi—Membahas kemajuan apa pun dan mengatasi kekhawatiran yang masih tersisa, serta menguatkan komitmenmu untuk menyelesaikan ini bersama.

Meskipun solusi-solusi ini tampak menakutkan, Myra memutuskan untuk menerapkannya. "Hari pertama, saya duduk dan merenungkan mengapa saya merasa tidak nyaman, dan saya tahu bahwa rasa suka padanya tidak berkurang selama bertahun-tahun. Hari kedua, saya berbicara dengannya dengan tenang tentang ketidaknyamanan saya terhadap teman perempuannya, dan dia menegaskan bahwa selama ini dia memperlakukan temannya secara platonis...tetapi saya tidak melihat seperti itu." Percakapan meningkat menjadi sebuah argumen, yang membuat Myra memutuskan untuk menghentikannya.

Hari ketiga, dia mengirim pesan kepada teman pacarnya dengan pikiran terbuka namun ketegangan tetap ada. Firasatnya menyarankan bahwa ada sesuatu yang salah. Sayangnya, interaksi tersebut hanya memperburuk pikirannya yang berlebihan, memperburuk perasaannya tentang situasi itu.

Pada hari keempat, Myra dan pacarnya menetapkan batasan: dia setuju untuk tidak membagikan detail hubungan mereka dengan temannya, dan mereka mendiskusikan pemicu ketidakamanannya, mendefinisikan batasan untuk jaminan dan rasa hormat.

Pada hari kelima, dia mengingat kembali kepercayaannya pada pacarnya. Meskipun secara umum dia bahagia dan merasa aman dengannya, kurangnya kepercayaan pada gadis lain itu membuat Myra ragu dan membuatnya gelisah.

Myra menikmati hari keenam bersama pacarnya di mal, makan makanan favorit mereka di 'tempat mereka'. Itu istirahat yang menyenangkan dari membicarakan gadis yang membuatnya ragu.

Pada akhirnya, pada hari ketujuh, mereka membahas kemajuan namun Myra merasa bahwa praktik ini tidak membantunya. Dia mengungkapkan, "Saya tidak pikir tindakan saya minggu ini membantu. Saya masih memiliki ketidakamanan yang sama." Kabir—orang kedua yang saya hubungi—telah berada dalam hubungan selama enam bulan terakhir. Kekhawatirannya berpusat pada perasaan bahwa pacarnya menghabiskan waktu berkualitas yang lebih sedikit untuk hubungan mereka. Mencari bantuan, ChatGPT menyarankan tujuh tugas untuk memperbaiki masalah hubungannya.

Hari 1: Memulai Percakapan—Mulailah dengan mengungkapkan perasaanmu secara terbuka dan jujur tanpa menyalahkan.

Hari 2: Mendengarkan Aktif—Minta pasanganmu tentang perspektif mereka dan ungkapkan kesediaanmu untuk menemukan keseimbangan yang cocok untuk kalian berdua.

Hari 3: Jadwalkan Waktu Berkualitas—Rencanakan momen-momen tertentu dalam seminggu yang didedikasikan untuk menghabiskan waktu bersama.

Hari 4: Bahas Prioritas—Membuka dialog tentang prioritasmu, dan berkompromi untuk menciptakan lebih banyak waktu untuk satu sama lain.

Hari 5: Dukung Jadwal Mereka—Pahami dan dukung komitmen pasanganmu sambil mendorong untuk menemukan keseimbangan antara pekerjaan, istirahat, dan sebagainya.

Hari 6: Tunjukkan Penghargaan—Akui usaha yang dilakukan pasanganmu, hal ini dapat mendorong interaksi lebih banyak.

Hari 7: Jelajahi Aktivitas Bersama—Temukan minat atau hobi yang sama yang kalian nikmati dan jadwalkan waktu untuk melakukannya bersama.

Kabir menerapkan saran-saran ini selama tujuh hari ke depan. Hari pertama, dia menyatakan keinginan untuk lebih banyak waktu berkualitas. Sambil menghormati komitmennya, mereka mendiskusikan menemukan keseimbangan, menyelaraskan manajemen waktu secara efektif untuk pekerjaan dan kehidupan pribadi keduanya.

Hari berikutnya, Kabir berlatih mendengarkan aktif, mencari pemahaman yang lebih dalam tentang perspektifnya. Namun, dia merasakan respons defensif daripada penjelasan yang mendalam.

Pada hari ketiga, dia melihat perbaikan yang halus ketika dia mengurangi kontaknya dengan teman-teman. Kabir melihatnya sebagai langkah positif, menghargai upaya yang didedikasikan padanya untuk maju.

Pada hari keempat, dia kembali menyampaikan kekhawatirannya kepada Myra, menghabiskan lebih banyak waktu berkualitas dan mengevaluasi jadwal mereka. Meskipun demikian, dia merasa bahwa diskusi yang berkelanjutan tidak banyak menyelesaikan masalah.

Pada hari kelima, Kabir merasa solusi yang diusulkan tak masuk akal. Selalu mendukung jadwalnya, dia bingung tentang bagaimana hal ini akan berkontribusi untuk menyelesaikan situasi.

Dua hari terakhir, saat Kabir mengungkapkan "ChatGPT bukan ide terbaik! Saya mencoba segalanya tetapi ini jelas tidak berhasil."

Saat pencarian saya untuk menemukan apakah AI bisa menyelamatkan kedua hubungan ini berakhir, keputusannya adalah: AI, sejatinya tak relevan untuk menyelamatkan hubunganmu (setidaknya tidak saat ini). Meskipun perdebatan tentang AI menggantikan manusia terus berlanjut, faktanya tetap—tidak peduli seberapa pintar bot ini, mereka tidak akan pernah bisa menggantikan manusia dengan emosi.

 

(*narasumber menggunakan nama samaran)

 

(Artikel ini disadur dari cosmopolitan.in / Perubahan bahasa telah dilakukan oleh penulis, Nadhifa Arundati / Image: Pexels by Timur Weber)