Cosmo Review: Film "Siksa Kubur"

Nadhifa Arundati 14 Apr 2024

Film Siksa Kubur malah jadi hiburan Cosmo di saat libur lebaran. ketika menelaah aplikasi penayangan bioskop untuk mencari tontonan, semua studio teater hampir penuh dengan poster film; sekumpulan mayat yang melingkar berbentuk tengkorak.

Cosmo tak mau memberikan ekspektasi tinggi sebelum menyaksikan filmnya. Review-nya kontradiktif, ada yang sangat hype dengan filmya, kemudian ada ulasan lain yang tajam, mengatakan bahwa Siksa Kubur ini tak tau arahnya ke mana. Namun itu semua kan tidak bisa ditelan mentah-mentah, malah semua ulasan yang terpampang membuat Cosmo semakin penasaran. Langsung membeli tiket, berangkat!

 


SINOPSIS

Sebelum kita menuju ke pembahasan, mari kita resapi dahulu detail sinopsis dari film Siksa Kubur. Sebelum rilis, Joko Anwar sudah sempat membuat film versi Kubur versi short-movie yang tayang di tahun 2012 dengan premis yang berbeda. Lalu tepat di tahun 2024, ia akhirnya berhasil menyajikan kisah Siksa Kubur yang lekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia.

Kisah Siksa Kubur dibuka dengan karakter Sita (Widuri Puteri) dan Adil (Muzakki Ramdhan), mereka tumbuh dalam keluarga harmonis bersama Ayah (Fachri Albar) dan Ibu (Happy Salma).

Namun, peristiwa bom terjadi dan menyebabkan kedua orang tuanya meninggal secara tragis. Tragedi tersebut meninggalkan trauma besar bagi Sita. Bahkan hingga beranjak dewasa, Sita (Faradina Mufti) menjadi tak percaya terhadap agama. Berbeda dengan Adil (Reza Rahadian) yang hongga kini masih menyimpan trauma mendalam setelah waktu kecil ia mengalami pelecehan. Pencarian bukti akan siksa kubur ini dilakukan oleh Sita dan Adil, yang kemudian membuahkan kejadian yang tak terduga.

'..'

 

REVIEW FILM 

Setelah teror film Siksa Kubur usai, dan credits pun muncul, perasan saya begitu kompleks. Ada banyak makna dan sudut pandang menarik yang dapat kita petik dari film Siksa Kubur. Sejatinya, Joko Anwar belakangan ini kerap memiliki kesamaan dalam pembuatan alur cerita—terlalu menggebu-gebu di awal, lalu terasa begitu cepat ketika menuju ke babak akhir cerita. Lagi-lagi, ini semua saya rasakan sewaktu menyaksikan Pengabdi Setan 2 dan Perempuan Tanah Jahanam.

Penilaian tersebut nyatanya ditepis oleh film Siksa Kubur. Film dengan alur slow-burn yang menurut saya cukup rapi dalam memetakan tujuannya. Pemahaman agama Islam menjadi fondasi utama dalam penyampaian cerita—menjelaskan seberapa besar kejamnya siksa kubur yang tak bisa di otak-atik oleh manusia. Twist yang diberikan Joko Anwar tetap ada, namun porsinya sesuai. Hanya saja ada beberapa pesan simbolis yang kurang disajikan secara akurat, maka hingga akhir film, beberapa penonton kerap bertanya-tanya, yang pada akhirnya membuat mereka merasa kehilangan unsur penting.

Bagian ending akan lebih bermakna jika dialog Sita dan Adil dibuat secara padat (tanpa memberikan pembahasan secara gamblang). Lebih tepatnya ketika Sita dan Adil berjalan bersama di tengah situasi—yang terlihatnya—seperti sedang terjadi gempa. Penonton ikut merasakan kepanikan Sita dan Adil, sehingga kehilangan fokus terhadap pesan-inti di akhir cerita yang sifatnya justru krusial.

Komponen pengambilan gambarnya sangat apik konsep neo-noir yang khas dan berkelas, umumnya diterapkan di film-film lampau milik Joko Anwar. Tetapi sangat disayangkan karena scoring yang dimiliki beberapa scene terasa kurang tidak tepat, apalagi saat terjadinya perdebatan yang terjadi antara Sita dan Adil.

Berbicara soal jumpscare, momen yang ditampilkan pun tak mudah ditebak, dan berhasil membuat jantung berdegup kencang. Meski demikian, jumpscare tak harus intese terjadi, ketegangan dalam film horror akan jauh lebih ideal jika dibangun dari komponen lain, agar tak melulu soal jumpscare.

Siksa Kubur merupakan salah satu film horror terbaik milik Joko Anwar. Menjadi kebaruan bagi film horror Indonesia dengan pengambilan tema yang sangat lugas dan "berani". 

And yes, this movie is worth to watch!

 
 
(Nadhifa Arundati / Image: Dok. IMDb, Instagram)