5 Pelajaran Penting Paska Putus Cinta
Tidak bermaksud untuk membual, tetapi aku sering kali diputusi oleh kekasihku. Meski telah memandang diriku sebagai ahli dalam kesengsaraan ini, ahli yang sebenarnya berarti mengetahui bahwa selalu ada ruang untuk pengembangan diri. Contohnya: Pada musim panas yang lalu, ketika mantan kekasihku meminta untuk mengakhiri hubungan setelah satu tahun bersama dan aku memutuskan untuk menerima keputusan tersebut tanpa perlawanan. Virtually, that is.
Yang mengherankan– atau mungkin tidak membuatmu heran karena kamu lahir di era di mana terdapat aplikasi untuk segala kebutuhan– aku memiliki pilihan. Tidak ada No Contact Rule, yang berfokus pada proses detoksifikasi dari mantan kekasih. Setelah riset yang cukup panjang, aku memilih menggunakan aplikasi Mend.
Dikembangkan oleh ahli kesehatan dan mental health, Mend menyediakan lebih dari 390 sesi latihan yang membahas segala aspek paska putus cinta. (Tak perlu khawatir, setiap sesinya hanya berdurasi beberapa menit dan dapat diatur kecepatannya.) Seluruh sesi diakhiri dengan petunjuk jurnal, dan kamu mendapatkan akses ke Slack workspace untuk berinteraksi dengan ratusan Menders (ya, itu adalah sebutan untuk pengguna Mend).
$275– atau sekitar 4,1 juta Rupiah untuk mengakses seluruh program tetap membuatku merasa, um, terlalu berkomitmen. Aku ingin memastikan saya tahu apa yang akan dihadapi, jadi aku bertanya pada Daniela Tempesta, seorang psikoterapis yang pernah menjadi kontributor serta course developer untuk mendapat insight dari ‘orang dalam’. Daniela bercerita bahwa dirinya kerap merekomendasikan Mend pada kliennya untuk menavigasi diri paska putus cinta. Selain menyediakan dukungan 24/7 kala penyintas dilanda perasaan untuk mengisolasi diri, program ini juga memberi alat yang dibutuhkan untuk membangun hubungan yang romantis di masa depan.
Alasan tersebut cukup untuk meningkatkan optimisme-ku. Ditambah, sebagai seorang Pisces, ada beberapa hal yang aku cintai lebih daripada membicarakan perasaanku– yakni yang akan kulakukan lebih banyak karena.. breakup school was totally worth it! Berikut beberapa pelajaran tak akan bisa kulupakan...
Lesson 1: You Don’t Need to Know Why Your Relationsip Ended
Tentunya, diputuskan secara tiba-tiba akan meninggalkan seseorang dengan sejuta pertanyaan tak terjawab, namun nyatanya, jawaban dari pertanyaan tersebut tidak sepenting itu. (Hard to hear, I know!)
Mend memberikan jawaban tersebut padaku: “Ketika mereka memutuskan hubungan, mereka memberi satu-satunya informasi yang kamu butuhkan: bahwa untuk alasan apapun, mereka tidak ingin melanjutkan hubungan tersebut.” Itu merupakan pencerahan yang aku dapatkan, dan semakin cepat aku menyadarinya, semakin cepat pula aku bisa move on.
Tentunya, patah hati juga merupakan sebuah perjalanan, dan tidak menutup kemungkinan akan adanya kemunduran pada perjalanan tersebut– seperti ketika kamu merasa telah move on tetapi kamu berakhir menangis dalam perjalanan pulang dari sebuah pesta. Dan itu merupakan pelajaran baru: Dalam putus cinta, tidak ada garis akhir sesungguhnya– just a process itselves.
Lesson 2: Figure Out What Real Love Looks Like to You
Dari semua pertanyaan yang menggantung pada akhir hubungan saya, satu pertanyaan yang paling mengusik saya adalah: Apakah yang saya baru rasakan adalah cinta yang sesungguhnya? Patah hati kerap membuat seseorang mengalami delusi, dan hampir tidak mungkin Anda tidak mempertanyakan apakah perasaan yang dirasakan benar-benar nyata. Dari breakup school, saya menyadari bahwa saya telah menyia-nyiakan seluruh waktu dan energi untuk sebuah keraguan yang tak pasti.
Sesi “Was It Love?” dari Mends juga merupakan sebuah wake up call, bahwa saya tidak boleh membuat pertanyaan tersebut sebagai sebuah beban. Setelah melakukan refleksi diri, ternyata pertanyaan yang terpenting dalam sebuah proses putus cinta bukanlah “Apakah itu merupakan cinta yang sesungguhnya?”– karena jawabannya adalah: ya, entah itu merupakan bahasa cinta yang saya inginkan atau bukan.