Mengenal Istilah Performative Male yang Sedang Viral, Apakah Hanya Gimmick?
Menjumpai pria di coffee shop yang duduk sendirian, membaca buku feminist literature sembari menyeruput matcha latte, menggunakan pakaian kemeja oversize dan kaos putih di dalam, dan lengkap dengan wired earphone di telinga—salam kenal: dia adalah performative male.
'.
Lantas, Apakah Performative Male Jadi Hal yang Negatif?
Well, ini mungkin akan menjadi sebuah diskusi yang menarik. Karena bentuk kemunculan konsep performative male, jika melihat dari sisi sosial, dapat menjadi suatu hal yang dianggap questionable. Ini sama halnya seperti hasil dari false allyship, perilaku yang sekadar estetis, yang pada akhirnya malah memperkuat status quo dan menutup peluang perubahan simbolik maupun struktural.
Namun tak berarti performative male itu menjadi suatu hal buruk. Mungkin saja penampilan ini terlihat seperti gimmick, tetapi tak menutup kemungkinan pula jika para pria performatif ini memang sungguh menyelami buku yang mereka baca, serta berkomitmen nyata dalam menyuarakan kesetaraan gender. I guess we need to let them give it a try.
(Nadhifa Arundati / Image: Layout by Shakurani)