Mengenal Louise Trotter Creative Director Baru Bottega Veneta
Kamis, 12 Desember 2024 mungkin menjadi salah satu hari paling sibuk untuk para jurnalis mode. Betapa tidak, hanya dalam waktu kurang satu jam dua rumah mode kenamaan merilis pengumuman mengenai pergantian creative director. Pertama, Bottega Veneta yang mengumumkan mundurnya Matthieu Blazy. Selang 45 menit, Chanel menyatakan bahwa Matthieu Blazy resmi menjadi artistic director. Dan kemudian Bottega Veneta mengabarkan bahwa Louise Trotter sebagai pengganti Blazy.
Penunjukan Louise Trotter sebagai creative director Bottega Veneta cukup mengejutkan. Hal ini karena nama Matthieu Blazy sendiri awalnya tidak diperhitungkan sebagai kandidat kuat untuk menjadi artistic director Chanel. Keputusan Bottega Veneta untuk merekrut Louise Trotter sendiri disambut antusias oleh para pencinta mode.
Mereka yang familier dengan rancangannya dapat melihat bahwa Louise mampu memperbarui citra modern dan elegan dari Bottega Veneta. Louise Trotter juga mencetak sejarah dengan menjadi desainer perempuan pertama yang menakhodai label legendaris dengan detail anyaman tersebut.
Ia juga menjadi satu-satunya creative director perempuan di antara label milik Kering Group —lainnya adalah Sabato De Sarno di Gucci, Anthony Vaccarello (Saint Laurent), Demna (Balenciaga), dan Sean McGirr (Alexander McQueen) .
Tak hanya dari segi karakteristik desain, Louise Trotter juga memiliki resume yang impresif. Mari mengenal lebih lanjut sekaligus melihat perjalanan karier dari Louise Trotter selaku creative director baru Bottega Veneta.
Awal Karier
Lahir di Sunderland, Inggris dan menamatkan studi di Newcastle Polytechnic, Louise Trotter mengawali karier di label high street Whistles. Ia kemudian pindah ke Calvin Klein menangani lini jeans. Sensibilitas komersialnya kian terasah dengan bergabung ke Gap sebagai Head of Womenswear.
Memperbarui Label Joseph dan Lacoste
Selepas Gap, Louise Trotter kembali ke Inggris untuk menjadi creative director Joseph. Louise sukses merevitalisasi citra label Joseph menjadi lebih kontemporer. Sembilan tahun di Joseph, pada tahun 2018 ia direkrut Lacoste.
Lacoste yang identik sebagai busana sporty bernuansa olahraga tenis, di tangannya tampil menjadi lebih playful, penuh warna, dan kontemporer. Seperti pada koleksi debutnya, fall/winter 2019, Louise mentransformasikan polo shirt menjadi shirt dress aksen lipit, serta rugby sweater tampil eklektik lewat permainan color blocking dan detail unfinished pada logo buaya Lacoste.
Selain dalam hal desain, Louise juga bereksplorasi dengan material. Pada koleksi spring/summer 2020, ia menghadirkan coat berbahan kulit yang mengkilap. Desainnya minimalis dan bersiluet oversized. Coat tersebut tentu menjadi sebuah gebrakan dalam hal estetis bagi citra Lacoste.
Mengusung Gaya Minimalis di Carven
Determinasi Louise Trotter kian terlihat di Carven. Meski sudah eksis sejak tahun 1945, harus diakui bahwa Carven tidak memiliki identitas atau kreasi ikonis. Tiap desainer yang menjadi creative director diberi kebebasan untuk menginjeksikan garis desain mereka.
Louis Trotter membuat label ini menjadi bergaya minimalis dan feminin. Perempuan Carven di mata Louise Trotter adalah sosok yang tampil chic memadukan luaran oversized dengan rok midi. Ketika bergaya sporty, ia tak pernah lupa untuk menghadirkan sentuhan feminin semisal track jacket dan celana pendek berbahan satin dalam warna mint green. Untuk gaya ke pesta, ia menyukai slip dress yang bersih, minim detail, dan memadukannya bersama flat shoes serta sarung tangan panjang.
“Saya menyukai pakaian yang membuat Anda seperti sedang di tempat tidur.” ujar Louise seperti dikutip dari Vogue mengenai filosofi desainnya. “Saya menggemari sesuatu yang praktis dan fungsional dan juga indah,”.
Louis Trotter akan mempresentasikan koleksi perdananya untuk Bottega Veneta pada Oktober 2025 mendatang. Can’t wait!