Tak Cuma Stylish, 4 Label Fashion Ini Ramah Lingkungan

Alexander Kusumapradja 22 Apr 2018

Jika bicara tentang polusi dan kerusakan lingkungan, mungkin yang pertama terlintas adalah industri minyak dan pertambangan, tapi tahukah kamu? Industri fashion pun termasuk industri penghasil polusi terbesar di dunia yang menyumbangkan 10% dari emisi karbon global yang merusak Bumi. Dibutuhkan 2.700 liter air untuk memproduksi satu buah T-shirt, jumlah yang sama dengan rata-rata air minum yang dikonsumsi seseorang selama 900 hari. Setiap tahun, lebih dari 80 juta pakaian diproduksi di seluruh dunia dan industri fashion secara keseluruhan menjadi sumber polusi terbesar di dunia setelah industri minyak.

Untungnya, semakin banyak label yang peduli dan tak tinggal diam mengenai krisis tersebut. Beberapa label terkenal seperti Stella McCartney, Vivienne Westwood, dan Edun telah sejak lama menerapkan kebijakan eco-conscious dalam bisnis mereka. Begitupun raksasa retail H&M yang belakangan kian gencar meluncurkan kampanye eco-friendly. Namun, selain nama-nama besar tersebut, yang tak boleh dilupakan adalah label-label fashion yang secara sadar mengemban kode etik ramah lingkungan sebagai filosofi utama mereka dan bukan sekadar gimmick. Kerap disebut sebagai eco-friendly fashion, label-label yang berjuang merevolusi industri mode dengan bahan-bahan sustainable, pemberdayaan masyarakat, dan kode etik untuk meminimalkan efek negatif pada lingkungan muncul di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Berikut adalah profil dan obrolan Cosmo bersama 4 label mode ramah lingkungan yang harus kamu kenal. 



'..'


Cinta Bumi Artisans

Berawal dari fieldwork selama dua tahun terkait budaya di Poso, Sulawesi Tengah, yang seringkali dikenal sebagai wilayah pasca konflik, Novieta Tourisia menemukan bahwa budaya dan tradisi pembuatan barkcloth atau ranta (sebutan untuk kulit kayu dalam bahasa lokal di Lembah Bada) yang berusia ratusan tahun nyaris punah karena berkurangnya jumlah pengrajin yang didasari berbagai faktor. Karena kecintaan dan kepedulian akan kelestarian budaya, tradisi dan seni kriya masyarakat adat di Indonesia, Cinta Bumi Artisans lahir pada 2015 dan berbasis di Ubud, Bali. Novieta fokus mendesain produk kriya yang dapat digunakan dan dikenakan lewat kerjasama dengan 20 pengrajin ranta di 4 desa di Lembah Bada, 6 penenun Sumba Timur, dan 3 pengrajin tas di Bali. Hasilnya adalah koleksi produk yang beragam. Mulai dari tote bag, pouch, clutch, aksesori, hingga koleksi tekstil ramah lingkungan.  

Apa yang menjadi keunggulan Cinta Bumi Artisans sebagai eco-friendly label?

Kami menggunakan material kulit kayu yang berasal dari Lembah Bada, serta kain dan serat alami yang dihasilkan melalui proses yang etis dan pewarnaan alami. Kami juga terus memperbaiki kualitas melalui pemilihan material pendukung yang prosesnya tidak berdampak buruk bagi lingkungan dan manusia, dan tentunya aman dikenakan oleh penggunanya.

Bagaimana respons konsumen sejauh ini? 

Mayoritas sangat positif, khususnya pasar luar negeri seperti Jepang, Jerman, Amerika Serikat, dan Singapura. Mereka sangat menghargai upaya pelestarian seni kriya barkcloth melalui inovasi produk yang kami ciptakan. Pada tahun pertama cukup sulit meyakinkan pasar dalam negeri sendiri karena material barkcloth yang dianggap ‘baru’ dan ketahanannya diragukan meskipun kami selalu menyertakan edukasi tentang nilai budaya dan tentunya keterangan terkait perawatan produk. Baru setahun terakhir minat pasar dalam negeri mulai meningkat dan semakin positif.

Bagaimana kalian melihat perkembangan sustainable/eco-friendly fashion berapa tahun terakhir ini? 

Semakin banyak desainer dan brand yang mengusung atau bergeser ke arah sustainable fashion, baik dalam hal pemilihan material alami maupun upcycled. Beberapa juga lebih transparan mengenai proses di balik produk mereka, tidak hanya bagian senangnya saja tetapi juga bagian di mana mereka berjuang, menghadapi tantangan dan rintangan dalam mewujudkan produk berkelanjutan. Saya pikir itu sangat baik dan semangat mereka perlu disebarkan. Transparansi atau keterbukaan mendekatkan makers dengan masyarakat secara umum dan pasar potensial khususnya, serta meningkatkan kepercayaan mereka terhadap suatu brand atau desainer dan produk yang mereka ciptakan. Tidak kalah penting juga adalah pemahaman bahwa sustainability tidak berpusat dan berhenti pada aspek lingkungan saja, tapi juga kemanusiaan, budaya dan ekonomi. Keempatnya saling bersinergi.

Apa rencana selanjutnya untuk label ini? 

Kami sedang menyiapkan koleksi barkcloth terbaru yang akan diluncurkan pada tengah 2018. Sementara itu rencana jangka panjangnya, bersama masyarakat lokal di salah satu desa di Lembah Bada, kami hendak menciptakan ruang kolektif bagi komunitas pengrajin di mana mereka bisa berkarya bersama serta menanam beberapa jenis tanaman endemik dan bermanfaat, yang diintegrasikan dengan ruang belajar dan bermain bagi anak-anak dan remaja. Semoga jalan kami dimudahkan dalam mewujudkan cita-cita ini.

Baca Juga: 10 Tips Travel Ramah Lingkungan, Coba Yuk!


(Image: dok. Instagram @rupahaus)